Sejarah Las

Perkembangan proses pengelasan mulai dikenal pada awal abad ke 20. Sebagai sumber panas digunakan api yang berasal dari pembakaran gas Acetylena yang kemudian dikenal sebagai las karbit. Waktu itu sudah dikembangkan las listrik namun masih langka.

Pembekalan Dunia Industri

Acara ini membahas mengenai bagaimana lulusan SMK menghadapi dunia industri, dengan beberapa tantangan-tangangan yang harus dihadapi, mulai dari persaingan dari para SMK lainnya, persaingan kerja dengan dunia perguruan tinggi serta persaingan yang sudah berlangsung pada awal tahun depan (tahun 2016) yaitu MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)..

Program Pendidikan Vokasi Industri

Sebagai wujud pelaksanaan tugas tersebut, Kemenperin telah menyusun program pembinaan dan pengembangan yang link and match antara SMK dan industri, dengan sasaran sampai tahun 2019 sebanyak 1.775 SMK meliputi 845.000 siswa untuk dikerjasamakan kepada 355 perusahaan industri

Lakukan Hal Ini Sebelum Ujian Nasional, Pasti Bakal Sukses!!!

Apakah kamu juga sudah siap menghadapi Ujian Nasional yang sebentar lagi akan berlangsung? Jika pada Ujian Nasional 2019 lalu banyak sekali siswa yang mengeluh merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal Ujian Nasional, terutama matematika. Mereka merasa soal Ujian Nasional yang mereka hadapi tidak sama dengan materi yang diajarkan di sekolah

Monday, November 2, 2020

Kalibrasi (Calibration) "Kegiatan Untuk Menentukan Kebenaran Konvensional Nilai Penunjukkan Alat Ukur Dan Bahan Ukur"

Kalibrasi bagian dari Metrologi kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur. atau Kalibrasi adalah memastikan hubungan antara harga-harga yang ditunjukkan oleh suatu alat ukur atau sistem pengukuran, atau harga-harga yang diabadikan pada suatu bahan ukur dengan harga yang “sebenarnya” dari besaran yang diukur.
Kalibrasi (Calibration) "Kegiatan Untuk Menentukan Kebenaran  Konvensional Nilai Penunjukkan Alat Ukur Dan Bahan Ukur"


Kalibrasi di industri
Menjamin ketertelusuran peralatan ukur yang digunakan dalam pengukuran dan pengujian suatu produk industri. Atau menjamin suatu hasil pengukuran, maka alat ukur dan bahan ukur yang digunakan dalam proses pengukuran harus dikalibrasi.

Kalibrasi alat ukur
Kalibrasi adalah kegiatan untuk mengetahui kebenaran konvensional nilai penunjukkan suatu alat ukur. Kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur yang diperiksa terhadap standar ukur yang relevan dan diketahui lebih tinggi nilai ukurnya. Selanjutnya untuk mengetahui nilai ukur standar yang dipakai, standarnya juga harus dikalibrasi terhadap standar yang lebih tinggi akurasinya.

Dengan demikian setiap alat ukur dapat ditelusuri (traceable) tingkat akurasinya sampai ke tingkat standar nasional dan atau standar internasional.

Dari proses kalibrasi dapat menentukan nilai-nilai yang berkaitan dengan kinerja alat ukur atau bahan acuan. Hal ini dicapai dengan pembandingkan langsung terhadap suatu standar ukur atau bahan acuan yang bersertifikat. Output dari kalibrasi adalah sertifikat kalibrasi dan label atau stiker yang disematkan pada alat yang sudah dikalibrasi.

Tiga alasan penting, mengapa alat ukur perlu dikalibrasi
1. Memastikan bahwa penunjukan alat tersebut sesuai dengan hasil pengukuran lain.
2. Menentukan akurasi penunjukan alat.
3. Mengetahui keandalan alat,yaitu alat ukur dapat dipercaya.

Manfaat kalibrasi
Dengan kalibrasi suatu alat ukur atau standar ukur, nilai ukurnya dapat dipantau, sehingga tindakan yang tepat dapat segera diambil bila penyimpangan yang terjadi sudah diluar batas toleransi yang diijinkan terhadap spesifikasi standarnya.

Penggunaan alat ukur yang masih baik berdasarkan hasil kalibrasi berguna:
- untuk pengukuran yang baik langsung atau tidak langsung menyangkut keselamatan.
- hasil produk yang cacat atau menyimpang dapat dihindari/ditekan sekecil mungkin
- untuk menjamin bahwa hasil pengukuran yang dilakukan dapat tertelusur ke standar nasional/internasional.
Untuk menarik manfaat tersebut diatas, semua jenis alat ukur semua besaran perlu dikalibrasi.

Interval Kalibrasi dan Sertifikasi
Alat ukur yang dikelola berdasarkan metrologi legal, interval kalibrasi (tera) ditetapkan secara periodik berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan (UUML) yang berlaku di Direktorat Metrologi (Deperindag).

Untuk alat ukur yang dikelola berdasarkan metrologi teknis, interval kalibrasi tergantung pada tingkat akurasi, lokasi / penyimpanan dan frekuensi pemakaian.

Kalibrasi harus lebih sering dilakukan untuk alat ukur yang :
- tingkat akurasinya lebih rendah
- lokasi pemakaian/penyimpanan yang mengakibatkan kondisi alat ukur makin cepat memburuk.
- lebih tinggi frekuensi pemakaiannya.
Setelah proses kalibrasi selesai dilakukan, Sertifikat atau laporan kalibrsi diterbitkan.

Persiapan kalibrasi
Dalam suatu proses kalibrasi, terdapat enam unsur yang terlibat yaitu:
1. Obyek kalibrasi yang berupa alat ukur
2. Standar ukur
3. Sistem kalibrasi (kalibrator)
4. Standar dokumenter
5. Operator kalibrasi
6. Lingkungan yang terkondisi (ruang ukur)

 Ketertelusuran (traceability)
Kemampuan telusur (traceability) sangat erat kaitannya dengan kegiatan kalibrasi, yaitu sifat dari alat ukur dan bahan ukur yang dapat menghubungkan ke standar yang lebih tinggi sampai ke standar nasional dan atau internasional yang dapat diterima sebagai system pengukuran melalui suatu mata rantai tertentu. 

Secara umum semua bahan ukur, alat ukur harus tertelusur ke standar yang lebih tinggi akurasinya, standar-standar yang dipakai sebagi acuan adalah sebagai berikut:
- Standar Kerja (Working Standard) – merupakan pembanding dari alat-alat ukur industri berada di Lab.Kalibrasi industri-industri
- Standar Acuan (Reference Standard) – merupakan pembanding dari standarstandar kerja dan berada di Pusat- pusat Kalibrasi yang terakreditasi (KAN)
- Standar Nasional (National Standard) – merupakan pembanding dari pusatpusat kalibrasi (JNK). Standar tersebut berada di Puslit KIM-LIPI, Serpong.
- Standar Internasional (International Standard) – merupakan pembanding dari Institusi Metrologi Nasional (NMI) di masing-masing negara yang dikordinasikan secara regional yang berpusat di BIPM, International Intercomparation

Prosedur Acuan
Prosedur acuan dapat diartikan sebagai prosedur untuk melakukan pengujian, pengukuran dan analisis yang ditelaah dengan teliti dan dikontrol dengan ketat.
Tujuannya adalah untuk mengkaji prosedur lain untuk pekerjaan yang serupa atau untuk menentukan sifat-sifat bahan acuan (termasuk obyek acuan) atau untuk menentukan suatu nilai acuan.

Ketidakpastian dalam hasil kerja suatu prosedur acuan harus diperkirakan dengan memadai dan sesuai untuk penggunaan yang dimaksudkan. Prosedur acuan dapat digunakan untuk:
1. Memvalidasi pengukuran lain atau prosedur pengujian lain yang digunakan untuk pekerjaan yang serupa, dan mementukan ketidakpasyiannya.
2. Menentukan nilai acuan sifat-sifat dari suatu bahan yang dapat disusun dalam buku panduan atau pangkalan data.atau nilai acuan yang terkandung dalam bahan acuan atau obyek acuan.

Standardisasi (Standardisation)
Jaminan untuk kelancaran kerja bagi semua pihak dalam menyatukan pengertian teknik antar negara yang mempunyai kepentingan bersama. Khususnya sebagai dasar yang tepat bagi pembuatan komponen dengan sifat mampu tukar (interchangability).

Dokument standar seperti ISO / IEC bertujuan :
1. memudahkan perdagangan internasional
2. memudahkan komunikasi teknis
3. memberikan petunjuk-petunjuk praktis pada persoalan khusus dalam bidang teknologi bagi negara berkembang.

Alat Ukur (Instrument) Untuk Membantu Kerja Indera Dalam Melakukan Proses Pengukuran

ALAT UKUR

4.1. Pengertian Alat Ukur (instrument)

Untuk melakukan kegiatan pengukuran, diperlukan suatu perangkat yang dinamakan instrumen (alat ukur). Jadi instrumen adalah sesuatu yang digunakan untuk membantu kerja indera untuk melakukan proses pengukuran. Misalnya pada mobil, manometer (pressure gauge) pengukur tekanan udara dalam ban, termometer (pengukur suhu mesin), speedometer (pengukur kecepatan) levelmeter (pengukur bahan bakar pada tangki), pH meter (pengukur derajat keasaman dalam batere) dst.

Alat Ukur (Instrument) Untuk Membantu Kerja Indera Dalam Melakukan Proses Pengukuran

Instrument atau alat ukur terdiri dari banyak jenis yang dapat juga dikelompokkan melalui disiplin kerja atau besaran fisiknya. diantaranya:

- alat ukur dimensi: mistar, jangka sorong, mikrometer, bilah sudut, balok ukur, profile proyector, universal measurung machine dan seterusnya.
- alat ukur massa : timbangan,comparator elektronik,weight set dan seterusnya.
- alat ukur mekanik; tachometer, torquemeter, stroboscope dan lain-lain.
- alat ukur fisik : gelas ukur, densitometer, vicosimeter, flowmeter .
- alat ukur listrik: voltmeter, amperemeter, jembatan Wheatstone
- alat ukur suhu: termometer gelas
- alat ukur optik: luxmeter,fotometer, spectrometer
- dan lain-lain

4.2. Istilah-istilah pada alat ukur

- Rentang Ukur (Range) besarnya daerah pengukuran mutlak suatu alat ukur. Sebuah jangka sorong mempunyai range 0 sd 150 mm

- Dayabaca (sering disebut resolusi/atau resolution) jarak ukur antara dua garis skala yang berdampingan pada alat ukur analog, atau perbedaan penunjukkan terbaca dengan jelas pada alat ukur digital.

- Span: besarnya kapasitas ukur suatu alat ukur, misal mikrometer luar mempunyai span ukur 25 mm, artinya rentang ukur 0 – 25, 25 – 50, 50 – 75 …………….dan seterusnya

- Kepekaan (sensitivity) perbandingan antara perubahan besarnya keluaran dan masukkan pada suatu alat ukur setelah kesetimbangan tercapai.

- Kemampuan ulang (repeatibility) kesamaan penunjukkan suatu alat ukur jika digunakan untuk mengukur obyek yang sama, ditempat yang sama, serta dalam waktu yang hampir tidak ada berselisih antara pengukuran-pengukuran tersebut.

4.3. Bagian-bagian dari alat ukur

Secara garis besar suatu alat dibagi menjadi 3 komponen utama yaitu :
1. Sensor atau peraba
2. Pengubah /pengolah sinyal atau tranduser
3. Penunjuk atau indikator/ display dan pencatat atau rekorder

1. Sensor bagian alat ukur yang merasakan adanya sinyal yang harus diukur atau bagian yang berhubungan langsung dengan benda ukurnya. Ada dua jenis sensor, yaitu kontak dan non kontak. Sensor kontak banyak digunakan pada prinsip alat ukur mekanik dan elektrik, sedang sensor non kontak pada prinsip optik dan pneumatik. Contoh sensor pada mikrometer adalah kedua permukaan ukur yang menjepit benda ukur, pada dial indikator terletak pada ujung tangkai batang ukurnya.

2. Tranduser berfungsi untuk memperkuat/memperjelas dengan mengubah sinyal sinyal yang diterima dari sensor dan mengirim hasil ke penunjuk atau indikator/ rekorder maupun kontroler. Kemungkinan pada tranduser sinyal dirubah dengan besaran lain, misalnya system mekanik menjadi elektrik kemudian diubah kembali menjadi sistem mekanik Jadi prinsip kerja dari alat ukur tergantung dari pengubahnya, yang dapat dibedakan menjadi beberapa prinsip kerja, yaitu :
1. sistem mekanik
2. sistem elektrik
3. sistem optik
4. sistem pneumatik
5. sistem gabungan diantara tersebut diatas, diantaranya:
a. sistem optomekanik
b. sistem optoelektronik
c. sistem mekatronik dst
Contoh tranduser pada mikometer berupa sistem ulir presisi, pada dial indikator berupa sistem rodagigi yang dapat mengubah dari gerakan linier menjadi gerakan berputar pada indikatornya.

3. Penunjuk atau indikator bertugas untuk menayangkan data ukur yang berupa garis garis skala pada mikrometer atau jarum yang bergerak melingkar dengan menunjuk skala ukur yang melingkar juga.

Rekorder dapat mencatat data ukur dalam bentuk numerik atau grafik, sedangkan kontroler berfungsi untuk mengendalikan besarnya nilai obyek yang diukur sesuai dengan nilai ukur yang dikehendaki. Tidak semua alat ukur dilengkapi dengan rekorder dan atau kontroler, namun untuk alat-alat ukur yang modern yang dilengkapi dengan pembacaan digital sering dilengkapi dengan pengolah data secara statistik (SPC – Statistic Process Control). Komponen pengolah data ini sangat membantu khususnya bagi mereka yang bekerja dibagian pengendalian mutu produk yang dibuat secara massa (mass product). Setiap dimensi dilakukan pengukuran beberapa kali, langsung data-data tersebut dapat diolah, sehingga operator dapat memperoleh informasi tentang harga rata-rata, simpangan baku dan parameter statistik lainnya termasuk penayangan histogram, diagram x-R dsb.

4.4. Pengambilan data pengukuran

Pengambilan data adalah bagian dari proses pengukuran yang menuntut ketelitian atau kesaksamaan yang tinggi, karena kegiatan ini selalu dibayangi oleh kemungkinan sulitnya pengulangan proses pengukuran jika data yang sudah diperoleh mengalami kekeliruan. Kesulitan pengambilan data ulang antara lain disebabkan oleh sudah berlalunya obyek pangukuran ke pos pengerjaan berikutnya, sehingga menyulitkan pelacakan, dan berubahnya karakteristik elemen pengukuran terhadap waktu, misalnya perubahan suhu atau perubahan karakteristik alat ukur yang akan mengakibatkan berubahnya nilai ukur. Oleh karena itu, proses pengambilan data sebaiknya dilakukan hanya pada satu kesempatan sampai tuntas dan tanpa kekeliruan.

4.5. Elemen Pengambilan data

Dalam proses pengambilan data terdapat lima elemen yang terlibat yaitu:
1. Obyek ukur
2. Standar ukur
3. Alat Ukur
4. Operator pengukuran
5. Lingkungan

Proses pengukuran tidak dapat berlangsung dengan baik bila salah satu dari keempat elemen yang pertama tidak ada. Faktor lingkungan selalu hadir pada setiap situasi. Kelima elemen perlu dipahami agar kesalahan yang ditimbulkan oleh setiap elemen dapat dipelajari. Proses pengukuran dilakukan si operator dengan membandingkan benda ukur (obyek) dengan alat ukur (standar) yang sudah diketahui nilai ukurnya (kalibrasi) dengan sarana ruang dan alat bantu ukur yang memenuhi persyaratannya.

1) Obyek ukur

Obyek ukur adalah komponen sistem pengukuran yang harus dicari karakteristik dimensionalnya, misal panjang, jarak, diameter, sudut, kekasaran permukaan dst, agar hasil ukurnya memberikan nilai yang aktual, maka sebelum proses pengukuran dilakukan, obyek ukur harus dibersihkan dahulu dari debu, minyak atau bahan lain yang menutup atau mengganggu permukaan yang akan diukur.

2) Standar Ukur

Standar ukur adalah komponen sistem pengukuran yang dijadikan acuan fisik pada proses pengukuran. Bagi pengukuran dimensional standar satuan ukuran adalah standar panjang dan turunannya. Dalam proses pengukuran yang baik menuntut standar ukur yang mempunyai akurasi yang memadai dan mampu telusur ke standar nasional/ internasional.

3) Alat Ukur

Alat ukur adalah komponen sistem pengukuran yang berfungsi sebagai sarana pembanding antara obyek ukur dan standar ukur, agar nilai obyek ukur dapat ditentukan secara kuantitatif dalam satuan standarnya. Ciri-ciri dari alat ukur yang baik adalah yang memiliki kemampuan ulang yang ketat, kepekaan yang tinggi, histerisis yang kecil dan linieritas yang memadai.

4) Operator pengukur

Operator pengukur adalah orang yang menjalankan tugas pengukuran dimensonal baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Tugas ini terdiri dari pos pekerjaan, diantaranya:
- pemeriksaan obyek ukur (dan gambar kerja)
- pemilihan alat-alat ukur (dan standar ukur)
- persiapan pengukuran (penjamin kebersihan, penyusunan sistem ukur, pemeliharaan kondisi lingkungan dan lain-lain).
- perhitungan analisis kesalahan pengukuran ( dan pembuatan interprestasi ketidakpastian pengukuran)
- penyajian hasil pengukuran (dalam bentuk laporan pengukuran).
Seorang operator hendaknya dibekali dengan pengetahuan:
- kemampuan membaca gambar kerja
- pengetahuan tentang sistem toleransi
- kemampuan menjalankan alat/mesin ukur
- pengetahuan tentang statistika pengukuran dan teori ketidakpastian

5).Lingkungan

Proses pengukuran dapat dilakukan dimana saja: diruang terbuka maupun diruang ysng terkondisi. Pada ruang terkondisi khususnya pengukuran dimensional tentunya akan menjamin hasil ukur lebih akurat,dengan persyaratan yang dipersyaratkan bagi sebuah ruang untuk keperluan pengukuran/kalibrasi dimensional adalah sbb:
- suhu 20 ± 1 0 C
- kelembaban relatif £ 50 %

4.6. Proses Pengukuran

Sebelum pengukuran dilakukan, secara administratif perlu dipersiapkan petunjuk pemakaian alat ukur, dan grafik untuk mencatat hasil pengambilan data, serta gambar tata letak dari sistem pengukuran. Alat ukur yang akan digunakan perlu dilakukan pemeriksaan, yaitu uji visual, fungsional dan unjuk kerja.
- Uji visual dimaksudkan untuk melihat kelengkapan alat ukur, dan cacat yang dapat dilihat mata.
- Uji fungsional untuk memeriksa tanggapan yang terjadi sebagai akibat input yang diberikan dengan mengubah posisi setiap tombol.
- Apabila semua fungsinya dapat bekerja alat ukur tersebut dapat digunakan dengan catatan terdapat hasil uji unjuk kerja secara tertulis, yang berupa laporan kalibrasi atau sertifikat kalibrasi.



Sunday, November 1, 2020

Pengukuran (measurement), Metode Pengukuran, Terminologi Dan Metodologi Pengukuran Yang Distandarkan

 ALAT UKUR DAN PENGUKURAN

1. Pengukuran (measurement)
Kegiatan mengukur dapat diartikan sebagai proses perbandingan suatu obyek terhadap standar yang relevan dengan mengikuti peraturan-peraturan terkait dengan tujuan untuk dapat memberikan gambaran yang jelas tentang obyek ukurnya.

Dengan melakukan proses pengukuran dapat:
1. membuat gambaran melalui karakteristik suatu obyek atau prosesnya.
2. mengadakan komunikasi antar perancang, pelaksana pembuatan, penguji mutu dan berbagai pihak yang terkait lainnya.
3. memperkirakan hal-hal yang akan terjadi
4. melakukan pengendalian agar sesuatu yang akan terjadi dapat sesuai dengan harapan perancang.

Bidang-bidang dan sub-bidang dengan contoh standar pengukuran yang berkaitan dapat dijelaskan seperti pada Tabel 1

Bidang-bidang dan sub-bidang dengan contoh standar pengukuran

Bidang-bidang dan sub-bidang dengan contoh standar pengukuran

Bidang-bidang dan sub-bidang dengan contoh standar pengukuran

2. Metode Pengukuran
Pada umumnya metode pengukuran adalah membandingkan besaran yang diukaur terhadap standarnya. Bagaimana proses membandingkan dilakukan, diantarnaya harus diketahui:
- konsep dasar tentang besaran yang dilakukan
- dalil fisika tentang besaran tersebut
- spesifikasi peralatan yang harus digunakan pengukuran
- proses pengukuran yang dilakukan
- urut-urut an langkah yang harus dilakukan
- kualifikasi operator
- kondisi lingkungan

3. Terminologi dan metodologi pengukuran yang distandarkan meliputi sbb:
a. Metode pengukuran fundamental
Pengukuran berdasarkan besaran-besaran dasar (panjang, massa, waktu dsb) yang dipakai untuk mendifinisikan besaran yang diukur. Misal pengukuran gravitasi dengan cara bola jatuh, diukur massa benda yang jatuh, jarak yang ditempuh dan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut. Disini nilai percepatan gravitasi langsung ditentukan dengan mengukur besaran dasar massa, panjang dan waktu.

b. Metode pengukuran langsung
Metode pengukuran dimana nilai besaran langsung terbaca pada alat ukur tanpa memerlukan pengukuran besaran-besaran lain yang mempunyai hubungan fungsional dengan besaran yang diukur. Contoh:
- pengukuran panjang dengan memakai mistar.
- pengukuran massa dengan neraca sama lengan

c. Metode pengukuran tidak langsung
Pengukuran yang diukur ditentukan dengan jalan mengukur besaran lain yang mempunyai hubungan funsional dengan besaran yang diukur, Contoh:
- pengukuran tekanan dengan mengukur tingginya kolom cairan didalam suatu tabung
- pengukuran suhu dengan mengukur tahanan listrik kawat platina ( temometer tahanan platina).

d. Metode perbandingan
Membandingkan besaran yang diukur dengan besaran sejenis yang telah diketahui nilainya. Contoh:
- mengukur tegangan dengan pontensio meter. Disini tegangan yang akan diukur dibandingkan dengan tegangan sel standar
- mengukur tahanan listrik dengan jembatan Wheatstone.

e. Metode subtitusi
Metode pengukuran dimana besaran yang diukur diganti oleh besaran yang sejenis yang nilainya telah diketahui dan dipilih sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek yang sama terhadap penunjukkan alat ukur.

f. Metode deferensial
Metode dimana besaran yang diukur dibandingkan dengan besaran yang sejenis yang telah diketahui yang nilainya hanya berbeda sedikit dengan yang diukur adalah perbedaan itu. Contoh:
- Pengukuran panjang dengan menggunakan komparator
- Pengukuran distribusi suhu didalam ruangan yang suhunya hampir seragam dengan memakai termokopel differinsial.

g. Metode nol
Metode pengukuran dimana nilai besaran yang diukur ditentukan dengan menyetimbangkan, mengatur satu atau lebih besaran yang telah diketahui yang dengan besaran ini mempunyai hubungan tertentu dan dalam keadaan setimbang diketahui bentuknya. Contoh:
- pengukuran impendansi dengan memakai rangkaian jembatan impendansi
- pengukuran tegangan dengan memakai potensiometer.


Saturday, October 31, 2020

Sambungan Paku Keling (Rivet Joint)

Paku keling adalah batang silinder pendek dengan sebuah kepala di bagian atas, silinder tengah sebagai badan dan bagian bawahnya yang berbentuk kerucut terpancung sebagai ekor, seperti gambar di bawah. Konsruksi kepala (head) dan ekor (tail) dipatenkan agar permanen dalam menahan kedudukan paku keling pada posisinya. Badan (body) dirancang untuk kuat mengikat sambungan dan menahan beban kerja yang diterima benda yang disambung saat berfungsi.

Paku keling

Gambar 2.11. Paku keling

Digunakan untuk membuat sambungan permanen antara pelat-pelat, mulai dari konstruksi ringan sampai konstruksi berat. Biasanya terbuat dari bahan baja, kuningan, alumunium atau tembaga sesuai dengan bahan benda yang disambung.

a. Tipe Paku Keling Berdasarkan Bentuk Kepala

Lembaga standarisasi India menetapkan ada beberapa bentuk kepala paku keling yang dapat digunakan berdasarkan pada jenis pemakaiannya :
1. Kepala bulat/paying 5. Kepala rata terbenam 90 o
2. Kepala panci. 6. Kepala rata terbenam 60 o
3. Kepala jamur 7. Kepala bulat terbenam 60 o
4. Kepala rata terbenam 120o 8. Kepala datar

b. Tipe Paku Keling Berdasarkan Cara Penyambungan Pelatnya 
Berdasarkan cara penyambungan pelatnya, dikenal dua jenis sambungan paku keling :
1. Sambungan berhimpit. (Lap Joint)
Penyambungannya dilakukan dengan cara saling menghimpit kedua ujung pelat, pada jarak tertentu dari setiap ujung, sesuai jumlah baris kedudukan paku keling yang dibutuhkan.

2. Sambungan menumpu. (Butt Joint)
Ujung yang akan disambung dari kedua pelat, saling didempetkan pada kedudukan segaris lurus satu sama lainnya. Baru kemudian dipasangkan pelat pengikatnya, menutupi kedua ujung pelat tersebut, pada lebar tertentu sesuai jumlah baris kedudukan paku keling yang dibutuhkan. Baik pada satu sisi saja (single strap) maupun pada kedua sisi (double strap), tergantung kekuatan yang diperlukan.

c. Macam Sambungan Paku Keling Berdasarkan Jumlah Baris

Berdasarkan jumlah baris dikenal :

1. Sambungan paku keling baris tunggal.
a. Sebaris paku keling dalam sambungan berimpit. (single riveted lap joint)
b. Sebaris paku keling dalam sambungan menumpu. (single riveted butt joint)

2. Sambungan paku keling baris ganda.
a. Beberapa baris paku keling dalam sambungan berimpit. (double riveted lap joint)
- Baris rantai sambungan berimpit (chain riveting lap joint)
- Baris zig-zag sambungan berimpit (zig-zag riveting lap joint)
b. Beberapa baris paku keling dalam sambungan menumpu. (double riveted butt joint)
- Baris rantai sambungan menumpu (chain riveting butt joint)
- Baris zig-zag sambungan menumpu (zig-zag riveting butt joint)

d. Kekuatan Sambungan
Kekuatan sambungan erat kaitannya dengan kemampuan / kinerja struktur benda yang dibentuk sambungan saat melakukan fungsinya. Karena pada sambungan akan terkonsentrasi seluruh pembebanan yang akan diterima elemennya. Kerusakan / kegagalan sambungan akibat pembebanan tersebut sama arti dengan kegagalan kerja elemen-elemen yang disambung atau bahkan seluruh benda. Kegagalan sambungan dipastikan akan berawal pada titik terlemah dari bagian sambungan. Dengan demikian teknik yang memadai untuk menganalisa kekuatan sambungan adalah dengan menganalisa aspek kegagalannya saat bekerja.

Ada empat kegagalan kerja yang mungkin terjadi pada sambungan paku keling akibat bekerjanya gaya tarik disepanjang bidang pelat, yakni :

1. Sobeknya bagian tepi ujung pelat (tearing of the plate at an edge)

Kegagalan ini terjadi akibat terlalu dekatnya perletakan lubang paku keling terhadap tepi ujung pelat. Hal ini dapat diantisipasi dengan membuat ukuran tepi / margin (m) minimal sebesar : m ≥ 1,5 x d , dimana d = diameter lobang paku keling.

Gambar :

Sobeknya bagian tepi ujung pelat

2. Sobeknya pelat disepanjang kedudukan paku keling. (tearing of the plate accros arrow of rivets)

Terjadi akibat kalahnya kekuatan penampang pelat yang tersisa setelah dilobangi di sepanjang lebar, oleh gaya tarik yang bekerja di sepanjang bidang pelat. Dapat diantisipasi dengan mengetahui besarnya gaya tarik yg mampu ditahan pelat yang tersisa (Fta ).

Persamaannya :

Fta = 􀄱ta x Ata

dengan : 􀄱ta = tegangan tarik pembebanan, yang diambil dari besar tegangan tarik kekuatan bahan pelat dengan mempertimbangkan faktor keamanan (Sf).

Ata = luas penampang dari lebar pelat yang tersisa setelah dilobangi.

- untuk p (pits) yang diketahui : Ata = (p – d) x t

- untuk b (lebar pelat) yang diketahui : Ata = (b – n .d) x t

p (pits) = jarak antara titik pusat dua lobang paku keling yang saling berdekatan. Merupakan lebar penampang pelat terkecil yang menahan tarikan.

n = jumlah paku keling.

Gambar :

Sobeknya pelat disepanjang kedudukan paku keling

3. Paku keling tergunting (shearing of the rivets)

Terjadi akibat kalahnya kekuatan bahan penampang paku keling saat menahan beban geser, di bidang geser persinggungan antara pelat-pelat, akibat bekerjanya gaya tarik pada masing-masing plat. Dapat dicegah dengan mengetahui kekuatan penampang lingkar badan paku keling dalam menahan gaya geser (Fs ).

Perbedaan pada cara penyambungan pelat, menyebabkan jumlah penampang badan paku keling yang menahan geseran juga berbeda, yakni :

- Pada sambungan berhimpit, hanya ada satu bidang geser (As), yakni antara pelat yang saling disambung. Persamaannya :

Rumus sambungan berhimpit

- Pada sambungan menumpu dengan satu pelat penyambung, hanya ada satu bidang geser (As), yakni antara pelat penyambung dengan pelat yang disambung.

Persamaannya :

Rumus sambungan menumpu

Gambar : ( seperti diatas)

- Pada sambungan menumpu dengan dua pelat penyambung atas-bawah. Disini ada dua bidang geser (As), yakni antara pelat penyambung atas-bawah dengan pelat yang disambung di bagian tengah.

Tekanan yang diberikan paku keling diantara pelat yang bergeser ternyata ikut berperan memberikan tahanan. Sehingga luas bidang geser paku keling yang efektif sebagai tahanan menjadi sebesar 1,875 bagian dari yang seharusnya ada di dua penampang. Sehingga persamaan yang tadinya :

Persamaan sambungan menumpu dengan dua pelat

dengan :

􀄲 = tegangan geser pembebanan, yang diambil dari besar tegangan geser kekuatan bahan dengan mempertimbangkan faktor keamanan (Sf).

dpk = diameter paku keling (badannya).

n = jumlah paku keeling

Gambar : ( seperti diatas)

4. Luluhnya paku keling (crushing of the rivets)

Peristiwa luluhnya paku keling terjadi akibat konsentrasi gaya tekan pelat di bagian belakang paku keling terhadap luas penampang badan paku keling (ALu) yang tegak lurus terhadap arah bekerjanya gaya (lihat gambar). Peluluhan bahan paku keling baru akan terjadi setelah gaya tekan bekerja terus menerus pada jangka waktu tertentu.

Diantisipasi dengan mencari kekuatan paku keling dalam menahan gaya luluh (FLu).

kekuatan paku keling

dengan :

t = tebal pelat

􀄱Lu = tegangan luluh pembebanan, yang diambil dari besarnya tegangan geser kekuatan bahan dengan mempertimbangkan faktor keamanan (Sf).

Gambar : ( seperti diatas)

Secara alamiah, kegagalan kerja sambungan dipastikan akan bermula dari bagiannya yang terlemah. Oleh karena itulah nilai kekuatan sambungan pada umumnya dinyatakan oleh efisiensi sambungan, yakni :

efisiensi sambungan

Kekuatan pelat utuh yang disambung, besarnya dihitung dari kekuatan / tegangan izin bahan pelat dengan mempertimbangkan faktor keamanan (Sf) terhadap luas penampang pelat utuh yang belum dilobangi :

Kekuatan pelat utuh yang disambung

DAFTAR PUSTAKA

Eka Yogaswara. 1995. Gambar Teknik Mesin SMK I. Bandung : Armico.
G. Takesi Sato dan N. Sugiarto H. 2000. Menggambar Mesin. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Drs. Sirod Hantoro dan Drs. Parjono. 1983. Menggambar Mesin I. Yogyakarta :
PT. Hanindita.
R.S. Khurmi dan J.K. Guppta.1987. A Text Book of Machine Design, Eurasia Publishing
House, New Delhi,.
M.F. Spoots. 1986. Design of Machine Elements, Prentice-Hall, Marubeni,.
Gustav Nieman, Machine Element, Design and Calculation, vol.I/II, Springer Verlaag.
Sularso dan Kiyokatsu Suga, Dasar-dasar Perencanaan Elemen Mesin, ITB Bandung.

Friday, October 30, 2020

Sambungan: Puli - Sabuk, Las, Mur Baut dan Sekrup

D. Puli - Sabuk

Puli - Sabuk pada prinsipnya mempunyai prinsip yang sama dengan sprocket rantai. Pemakaian puli-sabuk ini dengan pertimbangan bahwa bila terjadi mekanisme kerja yang tidak diharapkan pada mesin, maka tidak akan mengakibatkan kerusakan pada elemen yang lain mengingat sifat-sifat pilu-sabuk yang dapat slip.

Elemen ini fungsinya sama dengan roda gigi, dan digunakan pada konstruksi tertentu pada mesin penghancur ini digunakan untuk mentransmisikan daya dari motor listrik ke poros pisau.

 Sabuk – V

Sabuk V Terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapezium. Tenunan teteron dan semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar

Ukuran Penampang Sabuk – V

Gambar 2.6 Ukuran Penampang Sabuk – V, Sumber : Sularso

Sabuk – V dibelitkan pada alur puli yang berbentuk – V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi daya besar pada tegangan yang relative rendah.

E. Las, Mur Baut dan Sekrup

Dalam suatu konstruksi mesin diperlukan sambungan-sambungan, sambungan yang dibutuhkan karena kaitannya dengan elemen lain yang tidak terbentuk satu kesatuan, sehingga diperlukan penyambungan.

Selain dari pada itu juga karena kebutuhan rencana konstruksi :

a) Las

Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa tekan, pada proses pengelasan diperoleh sambungan mati, secara garis besar metode pengelasan dibagi menjadi dua kelompok yaitu, pengelasan tekan dan pengelasan cair. Pada pengelasan tekan, bagian yang hendak disambung diisi sedemikian rupa dengan suatu bahan cair, sehingga pada waktu yang sama tepi bagian yang berbatasan tersambung. Kalor yang diperlukan untuk dapat membangkitkan bersumber dari kimia atau pun listrik. Secara simbolik macam pengelasan sebagai berikut :

Metode Pengelasan

Gambar 2.7. Metode Pengelasan
Sumber : Aris Widyo.N., Elemen Mesin I., Hal 38

b) Baut – Mur dan Sekrup

Mur – Baut dan Sekrup untuk menyambung bagian elemen mesin satu dengan yang lainnya dalam satu konstruksi. Sambungan ini dapat dilepas jika salah satu elemennya mengalami rusak atau aus. Menurut pemakaiannya baut dapat di bedakan menjadi :

1) Baut Jepit, dapat berbentuk :

a. Baut tembus : Untuk menjepit dua bagian melalui lubang tembus, dimana jepitnya diletakkan pada mur.

b. Baut Tap : Untuk menjepit dua bagian, dimana jepitan diletakkan dengan ulir ditapkan pada salah satu bagian.

c. Baut Tekan : Merupakan baut tanpa kepala dan berulur pada kedua ujungnya.

Untuk dapat menjepit bagian baut ditanam pada salah satu bagian yang mempunyai lubang bentuk, dan jepitan diletakkan dengan mur.

Baut Penjepit

Gambar 2.8. Baut Penjepit
Sumber : Sularso., Perencanaan dan pemilihan., Hal 293

2) Sekrup Mesin

Sekrup mesin ini mempunyai diameter sampai 8 mm dan untuk pemakaian khusus tidak ada beban besar. Kepalanya mempunyai alur lurus atau lurus atau silang untuk dapat dikuatkan dengan obeng. Macam-macam sekrup mesin :
a. Kepala bulat alur silang.
b. Kepala bulat beralur lurus.
c. Macam panci.
d. Kepala rata alur bersilang.
e. Kepala benam lonjong.
Macam-macam Sekrup

Gambar 2.9. Macam-macam Sekrup
Sumber : Sularso, Hal 294

3) Mur

Pada umumnya mur mempunyai bentuk segi enam. Tetapi untuk pemakaian khusus dapat dipakai mur sebagai berikut :

Macam-macam Mur

Gambar 2.10. Macam-macam Mur
Sumber : Sularso, Hal. 295
a. Mur bulat
b. Mur flens
c. Mur tetap
d. Mur mahkota
e. Mur kuping

4) Roda Gila/Roda Daya (flywheel)

Sebuah roda gila (flywheel) adalah sebuah massa berputar yang digunakan sebagai penyimpan tenaga dalam mesin. Jika kecepatan dari mesin ditambah, tenaga akan tersimpan dalam roda gila, dan jika kecepatan dikurangi, tenaga akan dikeluarkan oleh roda gila. Mengingat tegangan-tegangan dalam pelek dan lengan adalah disebabkan oleh gaya-gaya sentrifugal yang merupakan fungsi dari kecepatan, kecepatan (V) biasanya dibatasi sampai 30 m/det untuk besi tuang dan 40 m/det untuk baja.

Sambungan: Poros, Pasak Dan Bantalan Dalam Teknik Mesin

Sambungan

Makna sambungan yang difahami dalam bidang pemesinan, tidak jauh berbeda dengan apa yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menghubungkan antara satu benda dengan lainnya.

Sebagaimana yang diketahui, manusia tidak dapat memproduksi sesuatu dalam sekali kerja. Hal ini tidak lain karena keterbatasan manusia dalam menjalani prosesnya.

Makanya benda yang dibuat manusia umumnya terdiri dari berbagai komponen, yang dibuat melalui proses pengerjaan dan perlakuan yang berbeda. Sehingga untuk dapat merangkainya menjadi sebuah benda utuh, dibutuhkanlah elemen penyambung.

Menilik fungsinya, elemen penyambung sudah pasti akan ikut mengalami pembebanan saat benda yang dirangkainya dikenai beban. Ukurannya yang lebih kecil dari elemen yang disambung mengakibatkan beban terkonsentrasi padanya. Efek konsentrasi beban inilah yang harus diantisipasi saat merancang sambungan, karena sudah tentu akan bersifat merusak.

Ada dua jenis sambungan yang dikenal secara umum :

1. Sambungan tetap (permanent joint).

Merupakan sambungan yang bersifat tetap, sehingga tidak dapat dilepas selamanya, kecuali dengan merusaknya terlebih dahulu.

Contohnya : sambungan paku keling (rivet joint) dan sambungan las (welded joint).

2. Sambungan tidak tetap (semi permanent).

Merupakan sambungan yang bersifat sementara, sehingga masih dapat dibongkarpasang selagi masih dalam kondisi normal.

Contohnya : sambungan mur-baut / ulir (screwed joint) dan sambungan pasak (keys joint).

A. Poros

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.

Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama - sama dengan putaran. Disamping meneruskan daya dari sumber tenaga melalui putaran, kadang-kadang poros digunakan untuk menopang beban. Poros sendiri dapat diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut :

1. Poros Transmisi

Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir lentur. Daya ditransmisikan pada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sprocket rantai dan lain-lain.

2. Spindel

Poros transmisi yang relativ pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran disebut spindel. Syarat-syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

3. Gandar

Poros ini yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.

B. Pasak

Pasak (Key Pin) adalah salah satu elemen mesin yang dapat dipakai menempatkan barang bagian-bagian mesin seperti roda gila, sprocket, puli, kopling dan lain-lain. Selain itu penggunaannya juga sebagai pengaman posisi, pengaturan kekuatan putar atau kekuatan luncur dari naf terhadap poros, perletakan kuat dari gandar, untuk sambungan flexible atau bantalan, penghenti pegas, pembatas gaya, pengaman sekrup dan lain-lain.

C. Bantalan

Bantalan (bearings) adalah elemen mesin yang berfungsi untuk menumpu beban dari poros, dan mereduksi adanya gesekan yang ada sehingga dapat mengurangi kerugian daya penggerak. Secara umum bantalan dapat dibedakan atas dua bentuk :

 Bantalan luncur (journal bearings)

Pada bantalan luncur terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisan pelumas. Bantalan luncur mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban besar. Bantalan ini sederhana konstruksinya dan dapat dibuat serta dipasang dengan mudah. Karena gesekannya yang besar pada waktu mulai jalan, bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini tidak begitu sederhana. Panas yang timbul dari gesekan yang besar, terutama pada beban besar, memerlukan pendinginan khusus. Sekalipun demikian, karena adanya lapisan pelumas, bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara. Tingkat ketelitian yang diperlukan tidak setinggi bantalan gelinding sehingga dapat lebih murah.

 Bantalan gelinding (rolling bearings)

Bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat. Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil dari pada bantalan luncur, tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut.

Keunggulan bantalan ini adalah pada gesekannya yang sangat rendah. Pelumasannya pun sangat sederhana, cukup dengan gemuk, bahkan pada yang memakai sil sendiri tidak perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitianya sangat tinggi, namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar, pada putaran tinggi bantalan ini agak gaduh dibandingkan dengan bantalan luncur.



Tatanan dari Sebuah Bantalan

Gambar 2.4 Tatanan dari Sebuah Bantalan
Sumber : Aris Widyo N.

Banyak didapatkan beberapa keuntungan dari bantalan gelinding terhadap bantalan luncur :

a) Gesekan mula yang jauh lebih kecil dan pengaruh yang lebih kecil dari jumlah putaran terhadap gesekan.

b) Gesekan kerja lebih kecil sehingga penimbulan panas lebih kecil pada pembebanan yang sama.

c) Penurunan waktu pemasukan dan pengaruh dari bahan poros.

d) Pelumasan terus menerus yang sederhana dan hamper bebas pemeliharaan pada jumlah bahan pelumas yang jauh lebih sedikit.

e) Kemampuan dukung yang lebih besar setiap lebar bantalan.

f) Normalisasi dari pengukuran luar, ketelitian (presisi), pembebanan yang diijinkan dan perhitungan dari umur kerja, berhubungan dengan pembuatan yang bermutu tinggi dalam pabrik khusus dan dari sini memberikan keuntungan untuk penggunaan suku cadang.

Macam Bantalan Peluru

Gambar 2.5 Macam Bantalan Peluru, Sumber : Sularso.

Bahan yang tepat untuk dipakai sebagai bantalan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Poros tapnya harus mudah meluncur pada bahan bantalan. Ini berarti bahwa koefisien licin dari bahan harus tinggi.

2) Bahwa bantalan harus mampu menerima beban tanpa berubah bentuknya. Maka ia harus cukup keras dan kenyal.

3) Panas yang disebabkan oleh gesekan harus dapat disalurkan melalui bantalan, maka bahan bantalan harus mempunyai kemampuan untuk menterap dan menyalurkan panas tanpa perubahan sifat suhu yang tinggi.

4) Untuk menghindari kemacetan, maka bahan bantalan harus mempunyai koefisien memuai yang kecil.

Wednesday, October 28, 2020

Pemahaman Elemen Mesin Tentang "Gaya, Momen, Tegangan dan Regangan Serta Modulus Elastisitas ( E )"

1. Gaya

Gaya (beban) merupakan faktor terpenting dalam bidang perancangan mesin, karena berpengaruh sangat besar pada hasil rancangan. Disaat elemen mesin melaksanakan fungsinya sebagaimana yang dikehendaki, maka berbagai bentuk gaya akan bekerja padanya, sesuai dengan konstruksi dan sifat kerja elemen mesin tersebut.

Sesuai bunyi Hukum Newton Ketiga, Besarnya gaya yang bekerja pada elemen mesin (gaya aksi) akan mendapatkan tahanan dari elemen mesin tersebut dalam besar yang sama tetapi dengan arah yang berlawanan (gaya reaksi). Seandainya gaya reaksi tidak terjadi, tentulah gaya aksi tidak akan berarti apa-apa sama sekali dan akan sangat sulit untuk dideteksi sifat kerjanya. Dengan demikian besarnya gaya aksi baru akan bernilai, jika ada reaksi dari tahanan.

Dengan demikian ada berbagai jenis gaya yang biasa mengenai elemen mesin, yakni :

jenis gaya yang biasa mengenai elemen mesin

a. Gaya tarik dan tekan (Tensile and compressive force)
Untuk memulai diskusi ini, kita ambil kasus paling sederhana dimana sebatang logam dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier dengan arah saling berlawanan yang berimpit pada sumbu longitudinal batang dan bekerja melalui pusat penampang melintang masing-masing. Untuk kesetimbangan statis besarnya gaya-gaya harus sama. Apabila gaya-gaya diarahkan menjauhi batang, maka batang disebut di-tarik; jika gaya-gaya diarahkan pada batang, disebut di-tekan. Kedua kondisi ini digambarkan pada Gb. 1.1.

Dibawah aksi pasangan gaya-gaya ini, hambatan internal terbentuk didalam bahan dan karakteristiknya dapat dipelajari dari bidang potongan melintang disepanjang batang tersebut. Bidang ini ditunjukkan sebagai a-a di Gb. 1.2(a). Jika untuk tujuan analisis porsi batang disebelah kanan bidang dipindahkan, seperti pada Gb. 1.2(b), maka ini harus digantikan dengan sesuatu untuk memberikan efek pada porsi sebelah kiri tersebut. Dengan cara introduksi bidang potong ini, gaya-gaya internal awal sekarang menjadi gaya eksternal terhadap porsi sisa batang. Untuk kesetimbangan pada porsi sebelah kiri, efek ini harus berupa gaya horisontal dengan besar P. Namun demikian, gaya P yang bekerja tegak-lurus (normal) pada penampang melintang a-a ini secara aktual merupakan resultan distribusi gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang dengan arah normal.

Disini sangat penting untuk membuat beberapa asumsi berkaitan dengan variasi distribusi gaya-gaya, dan karena gaya P bekerja pada penampang melintang maka secara umum diasumsikan bahwa gaya-gaya tersebut adalah seragam diseluas penampang.

- Gaya tarik ( Fta)
merupakan : gaya yang dalam kerjanya menarik elemen mesin secara berlawanan terhadap reaksi tahanannya, tepat pada garis sumbu benda. Sehingga mengakibatkan perpanjangan (peregangan) pada elemen mesin tersebut.
Gaya tarik ( Fta)


- Gaya tekan (Fte)
merupakan : gaya yang dalam kerjanya menekan elemen mesin secara berlawanan terhadap reaksi tahanannya, tepat pada garis sumbu benda. Sehingga mengakibatkan terjadinya pemendekan ( pengkerutan ) pada benda.
Gaya tekan (Fte)


2. Momen

Merupakan efek putaran atau lengkungan yang terjadi akibat bekerjanya gaya pada suatu benda. Dikenal ada dua jenis momen, berdasarkan pada posisi gaya terhadap benda : 

a. Momen puntir/putar ( M p )
Terbentuk oleh gaya puntiran/putar ( Fp ) yang bekerja pada jarak tertentu ( r ) dari sumbu benda yang mengakibatkan benda terpelintir disepanjang sumbunya.

b. Momen lentur/lengkung ( ML )
Terbentuk oleh gaya lentur ( FL ) yang bekerja pada jarak tertentu ( L ) dari tumpuan penyangga benda yang mengakibatkan benda melentur/melendut disepanjang sumbunya.

Secara matematik formulasi hubungan antara gaya ( F ) dan momen ( M ) tersebut dapat dinyatakan sebagai :

- Mp = Fp x r

- ML = FL x L

Gambar :

ML = FL x L

Momen

3. Tegangan dan Regangan

Gaya yang bekerja pada elemen mesin, selalu menimbulkan reaksi berupa gaya dalam struktur material (yang besarnya sama tapi berlawanan arah) jika ada tahanan.

Bekerjanya gaya ini pada bagian penampang benda mengakibatkan terjadinya tegangan di dalam struktur material benda, karena gaya akan terbagi rata di setiap satuan luas bidang penampang. Besarnya tegangan yang terjadi akibat gaya atau pembebanan, dalam hal ini dinamakan sebagai tegangan pembebanan / kerja ( ).

Tegangan pembebanan maksimum akibat gaya atau beban maksimum yang mengenai benda, sangat menentukan sekali bagi keberhasilan material benda untuk bertahan dari kerusakan. Ia menjadi batasan maksimum bagi kekuatan struktur material benda untuk bertahan dari pembebanan lebih (diluar kondisi normal). Maka, untuk menghindari kegagalan material dalam menghadapi pembebanan, besarnya tegangan pembebanan yang terjadi tidak boleh melebihi kekuatan struktur material ( <  ). Pemilihan akan besarnya kekuatan bahan elemen mesin, ditentukan sekali oleh besarnya tegangan akibat beban maksimum. Dalam perhitungan, besar kekuatan bahan elemen mesin dinyatakan sebagai tegangan izin bahan atau kekuatan bahan ( ).

Hubungan antara besar tegangan pembebanan ( ) dengan tegangan izin bahan / maksimum ( ), dinyatakan oleh faktor keamanan (Sf), dimana :


Faktor keamanan dalam hal ini tentunya adalah sebagai faktor yang harus ditetapkan perancang untuk menghadapi kemungkinan dari pembebanan maksimum (diluar kondisi normal) yang akan diterima elemen mesin saat berfungsi. 

Regangan normal (ε),adalah perpanjangan pada gage dapat diukur seperti dijelaskan diatas untuk setiap kenaikan tertentu dari beban aksial. Besarnya dapat diperoleh dengan membagi total pertambahan panjang Δl dengan panjang gage L, yaitu

Regangan normal

Regangan biasanya dinyatakan meter per meter sehingga secara efektif tidak berdimensi.

4. Modulus Young atau Modulus Elastisitas ( E )

Hukum Hook’s menyatakan bahwa jika besarnya pembebanan yang diterima sebuah benda, masih berada pada daerah batas elastis bahannya, maka : tegangan yang terjadi dalam struktur materialnya masih berbanding lurus dengan regangannya. Secara matematika, formulanya dinyatakan oleh :

Modulus Young

Dimana : E = modulus elastisitas atau modulus Young, yakni : konstanta yang menyatakan sifat elastisitas bahan yang besarnya proporsional di daerah elastis.

Tuesday, October 27, 2020

Tanda Pengerjaan/Tingkat Kekasaran Permukaan Dari Bagian-Bagian Mesin Pada Gambar Kerja

Kekasaran permukaan dari bagian-bagian mesin dan juga bekas pengerjaan merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin mutu bagian-bagian, seperti misalnya suaian atau ketahanan, maupun tampak dari bagian-bagian.

Penunjukan konfigurasi permukaan yang mencakup kekasaran permukaan, arah bekas pengerjaan dan sebagainya, diperlukan untuk menjamin tujuan-tujuan di atas . Maksud dari perancang terhadap konfigurasi permukaan harus dinyatakan dalam gambar dengan cara-cara yang telah ditentukan secara internasional. Perincian konfigurasi permukaan tidak diperlukan jika proses pembuatan biasa dapat menjamin pengerjaan akhir yang dapat diterima.

Suatu produk mempunyai tingkat kekasaran yang bermacam-macam. Tingkat kekasaran ini tergantung pada kualitas pengerjaan. Misalnya produk yang dipotong dengan gas akan berbeda hasilnya dengan produk yang dipotong dengan gergaji, begitu juga produk yang dibuat dengan cara dituang akan berbeda permukaannya dengan produk yang dibuat atau dikerjakan dengan mesin. Pada gambar teknik mesin, kekasaran pada gambar kerja diberi lambang atau simbol sesuai dengan tingkat kekasarannya dan dijelaskan menurut ISO R 468 dan ISO 1302, masing-masing untuk menyatakan kekasaran permukaan dan menerapkannya pada gambar kerja.

Informasi yang dapat dicantumkan pada tanda pengerjaan meliputi hal-hal sebagai berikut.

(a) Angka kualitas kekasaran permukaan (Ra) atau kualitas pengerjaan (N).

(b) Proses produksi atau proses pemesinan, misalnya dibor, dibubut, difrais, dan semacamnya.

(c) Panjang sampel, jika tidak dicantumkan maka panjang sampel yang digunakan sebagai pengukuran untuk penentuan kualitas dapat dilihat dalam tabel 4.9

(d) Arah pengerjaan, maksudnya arah sayatan dari pisau atau pahat terhadap permukaan benda kerja. Untuk arah pengerjaan ini terbagi menjadi:

1) Searah dengan bidang proyeksi, diberi simbol =.
2) Tegak lurus terhadap bidang proyeksi, diberi simbol ? .
3) dalam dua arah yang berpotongan, diberi simbol x .
4) dalam segala arah, diberi simbol M.
5) arah relatif bulat terhadap titik pusat diberi simbol C.
6) arah relatif radian, diberi simbol R

Untuk arah pengerjaan ini, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

arah pengerjaan gambar kerja

(e) Simbol kelonggaran pemesinan

(f) Nilai kekasaran lain (dalam kurung)

Posisi penempatan informasi tanda pengerjaan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Posisi penempatan informasi tanda pengerjaan pada gambar kerja


Toleransi Pada Gambar Teknik Dan Simbol Toleransi Lubang dan Poros

Toleransi adalah suatu penyimpangan ukuran yang diperbolehkan atau diijinkan. Karena penyimpangan ini, benda yang dibuat dengan memakai toleransi masih dapat dipasang atau diasembling. Bagian-bagian atau peralatan dari suatu mesin dibuat oleh operator atau pekerja dalam suatu perusahaan sudah barang tentu dikerjakan dengan ukuran-ukuran yang bertoleransi. Kadang-kadang seorang pekerja hanya mengerjakan bagian mesin yang tertentu saja. Sedangkan pekerja yang lain mengerjakan bagian yang lainnya.

Pada umumnya toleransi yang harus diberikan/dicantumkan pada gambar kerja ada dua macam :

1. Toleransi untuk poros, yang meliputi benda-benda padat bulat, segiempat, dan bentukbentuk prisma lainnya.

2. Toleransi untuk lubang, yang meliputi lubang bulat (bor), lubang pada bantalan, alat pasak, rongga-rongga pada blok mesin, celah antara dua bidang (alur pasak), dan semacamnya.


Simbol Toleransi Lubang dan Poros

Sebagaimana telah dijelaskan pada pasal yang terdahulu bahwa toleransi ada dua macam, yaitu toleransi untuk lubang dan toleransi untuk poros. untuk membedakan, kedua macam toleransi tersebut diberi simbol masing-masing dengan huruf besar untuk lubang dan huruf kecil untuk poros.

Simbol Toleransi Lubang dan Poros

Angka nominal diikuti huruf besar beserta angka kualitasnya ini menunjukkan besarnya lubang dengan toleransinya, sedangkan angka nominal yang diikuti huruf kecil beserta angka kualitasnya menunjukkan besarnya poros dengan toleransinya.

Contoh :

1.  40 H7, artinya suatu lubang (H-nya huruf besar) dengan daerah toleransi H dan kualitasnya 7

2. 40 h7, artinya suatu poros (h-nya huruf kecil) dengan daerah toleransi h dan kualitasnya 7

Monday, October 26, 2020

Potongan Pada Gambar Teknik " Macam-macam, Cara Menggambar Potongan Dan Penunjukkan pemotongan"

Penggunaan garis strip-strip (gores) untuk melukiskan bagian benda yang tidak terlihat dalam jumlah yang sedikit memang bisa membantu para pembaca gambar, tetapi bila bagian yang tidak terlihat banyak akan membingungkan. Untuk menghindari kebingungan dan memperjelas bagian dalam suatu benda yang akan digambar dipergunakan gambar potongan (sectional views).

Untuk memperlihatkan bagian dalam suatu benda dengan menggunakan gambar potongan dapat dilakukan dengan potongan seluruhnya, potongan separoh dan potongan sebagian disesuaikan dengan kadar kebutuhan dari bagian dalam yang akan diperlihatkan (lihat Gambar 3.1). Memang penggunaan gambar potongan seluruhnya akan lebih memperlihatkan bagian dalam, tetapi dalam hal- hal tertentu justru akan mubazir terutama dalam penggunaan waktu menggambar, seperti benda kerja yang simetris, maka gambar potongannya cukup separoh atau sebagian saja tidak perlu seluruhnya.

Macam-macam potongan

Gambar 3.1. Macam-macam potongan

3.1 Cara Menggambar Potongan

Bagian dalam yang mendapat potongan perlu dibedakan dengan bagian luar yang tidak dipotong. Untuk itu seluruh bagian yang dipotong diarsir dengan sudut 45 o terhadap garis sumbu atau garis gambar (lihat Gambar 3.2). Jarak garis arsir yang dibuat disesuaikan dengan besarnya gambar dan jaraknya sama antara satu sama lainnya. 

Gambar susunan benda kerja yang menjadi satu, potongannya ditunjukkan dengan arsiran yang berbeda arah (lihat Gambar 3.3), sedangkan potongan dari satu benda harus diarsir dengan arah yang sama. Untuk benda yang tipis gambar potongannya ditunjukkan tidak dengan arsir, tetapi cukup ditebalkan dengan warna hitam.

Pemotongan pada suatu pandangan dilakukan dengan menggunakan garis potong, yaitu garis strip titik dengan ujung tebal dan diberi anak panah yang diberi huruf sama. Pada penunjukkan bagian yang dipotong ditulis huruf yang sama dengan pemotongannya (lihat Gambar 3.4).

Penunjukkan pemotongan

Gambar 3.6 Penunjukkan pemotongan