Thursday, April 4, 2019

Peranan Organisasi Profesi Guru (IGI)

Guru, antara Kualitas dan mentalitas
Peranan Organisasi Profesi Guru (IGI)

P
rofesi ini belum cukup mengangkat harkat dan martabat bangsa, termasuk daerah, sebab, beberapa permasalahan guru tidak serta merta dapat terselesaikan segera. Tuntutan profesi guru sebagai profesi yang sangat membanggakan tidak diikuti dengan peningkatan kualitas. Program pemerintah untuk mensejahterakan guru melalui berbagai jalur di antaranya sertifikasi guru dan program pendidikan guru, belum juga menaikan pamor guru secara kualitas di mata nasional, meskipun secara kuantitas ketersediaan juga kebutuhan guru nasional terbilang cukup. Hanya yang menjadi catatan bahwa penyebaran guru antara perkotaan dan pedesaan di daerah yang tidak merata. Sehingga kasus ini di beberapa daerah termasuk daerah terluar dan perbatasan, juga pelosok dan pulau-pulau terluar yang menjadi perhatian khusus pemerintah.
Lebih jauh hasil rilis komuitas Indonesia Mengajar yang dipaparkan Anis Baswedan ketika melauncing program tersebut, menyatakan bahwa kebutuhan guru sebenarnya sangat cukup, yang perlu dibangun sebenarnya bukan cuman kuantitas dan kualitas tapi juga mentalitas guru sehingga dengan mentalitas, sang guru bisa menebarkan optimisme melalui berbagai kelas inspirasi misalnya. sebabnya komunitas yang mengedepankan program pengiriman guru ke seluruh pelosok dan penjuru nusantara ini, mengedepankan penanaman mentalitas sebelum dikirm menjadi guru di daerah terluar.
Hadirnya organisasi profesi guru
Menjadi keniscayaan jika tanaman berkualitas tergantung bibit dan perawatan yang proporsional dan profesional. Demikian juga profesi guru. Jika bibit guru yang yang ditanam kemudian dihasilkan dari berbagai Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) baik, atau menghasilkan bibit unggul, tidak serta merta ketika ditanam atau ketika menjadi guru di lapangan akan sesegar itu terus ketika ditanam, akan sesegar itu terus jika menjadi guru di medan pembelajaran.
Sebab tanaman butuh perawatan, guru juga butuh penyegaran, pendampingan, peningkatan mutu menjadi kewajiban setiap profesi ketika berkarir. Sebab akan ada banyak virus, hama, gangguan cuaca yang tidak menentu dan ketika jauh dari perawatan maka hasil dari tanamanpun akan tidak maksimal. Dengan kata lain bahwa jika guru yan jauh dari penyegaran keilmuan tidak merawat ilmunya dan kompetensi profesinya, maka tunggulah kehancuran, artinya bisa jadi gagal panen, artinya bisa jadi guru gagal dalam profesinya bahkan layu tidak terpakai.
Sayangnya organisasi profesi guru yang ada, tidak banyak menyentuh seluruh aspek perawatan  ’maintenance’ guru. Hanya mengambil beberapa peran yang dominan saja. Sebab faktanya orprof yang ada hanya terlihat fokus pada kesejahteraan guru semata, guru masih dianggap akan baik jika kesejahteraan guru diutamakan, sebagaimana tuntutan guru. Kenyataannya, suatu tanaman jika dianggap berkualitas dan sehat, tidak hanya dilihat dari kesuburan pertumbuhannya atau hijau daunnya, tetapi dilihat juga seberapa jauh kualitas tanaman tersebut, apakah layak dikonsumsi atau tidak bisa saja menjadi racun yang mematikan.
Kendala lainnya adalah biaya pelatihan guru, yang selalu mengandalkan iuran para anggota dan orprof yang ada terkesan menjadi alat atau diperalat oknum pemerintah daerah sehingga yang terjadi beberapa pelatihan guru mandek karena politisasi birokrasi yang otomatis membuat guru bimbang apakah harus mandiri ataukah harus mengikuti cara oknum pemda mengarahkan para guru sejalan dengan kinerja pemdanya ataupun jika terpaksa mandiri, sudah pasti tidak mendapat dukungan, ini sudah sering terhadi di beberapa daerah, termasuk di Maluku.
Beberapa pemda mungkin juga tidak mensuport pendanaan yang kontinyu dan terungkap sangat terbatas, padahal pendanaan dari APBN dan APBD 20% yang terbilang cukup bisa menopang segala kegiatan peningkatan mutu guru di berbagai daerah. Ujung-ujungnya adalah berbagai program pendampingan guru dan peningkatan kualitas yang dimotori oleh orprof tidak berjaan maksimal karna hanya mengandalkan dana yang terbatas atau dibatasi.
Regulasi Organisasi Profesi Guru
Amanat undang-undang guru dan dosen pasal 41 menyatakan setiap guru wajib bergabung pada organisasi profesi, untuk meningkatkan karir dan mutu guru. Setiap tanaman yang akan dirawat, dimungkinkan menggunakan perawatan dengan cara atau pupuk apapun, tidak saja hanya pada merek tertentu. Demikian juga organisasi profesi guru. Sayangnya ruh undang-undang ini tidak tersosialisasi dengan baik sehingga yang terjadi di lapangan, hanya didominasi oleh organisasi dengan merek tertentu. Demikian juga terjadi pada tanaman, yang kadang sulit menentukan pilihan pupuk perawatan, karna yang tersedia hanya ada dengan merek tertentu.
Padahal Pemerintah pusat telah melegalkan beberapa organisasi profesi yang pantas mendampingi profesi guru dalam meningkatkan mutu dan profesinya. Setidaknya ada 6 organisasi profesi yang terakhir diakui bahkan sempat diundang pemerintah dalam hal ini kemendiknas dalam berbagai kegiatan untuk membahas upaya peningkatan mutu, di antaranya , PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), PERGUNU(Persatuan Guru Nahdatul Ulama), PGSI (Persatuan Guru Seluruh Indonesia), FGSI (Federasi Serikat Guru Seluruh Indonesia), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII).
Dari sekian banyak organisasi guru hanya PGRI dan IGI lah yang kini memiliki kepengurusan pusat hingga daerah, karna organisasi profesi guru lainnya tidak membuka perwakilannya di seluruh daerah dan haya berkonsentrasi penuh pada kantong kantong pendidikan di wilayah popinsi tertentu.
Ikatan Guru Indonesia (IGI)
Ikatan guru Indonesia lahir dimotori oleh beberapa guru yang berkonsen pada peningkatan kualitas, inisiasi awal IGI bermula ketika dibentuknya klub Guru yang berkonsen pada peningkatan kualitas guru melalui pelatihan dan pendampingan guru. Setelah disahkan oleh pemerintah melalui SK Depkumham Nomor AHU-125.AH.01.06.Tahun 2009, tertanggal 26 November 2009. IGI, diharapkan menjadi wadah para guru agar bisa mengubah dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada pihak lain dan sekaligus bersiap menjadi lokomotif penggerak perubahan bagi bangsa.
Dengan motto "Sharing and Growing Together", Ikatan Guru Indonesia akan menjadi komunitas yang tepat bagi para guru dan siapa saja yang tertarik dan peduli pada pentingnya memajukan dunia pendidikan dan keguruan.
Perwakilan IGI kini hadir di 34 propinsi di Indonesia, bukan saja di ibu kota propinsi tapi semangat guru IGI telah hadir di berbagai kabupaten kota hingga pelosok desa. Termasuk sebagian besar wilayah Indonesia Timur.
Program perawatan guru IGI
Program IGI, fokus pada peningkatan mutu guru melaui pelaksanaan Forum ilmiah yang meilbatkan para guru, dengan pelaksanaan berbagai pelatihan, workshop, seminar dan berbagai program pendampingan peningkatan mutu lainnya. Program lainnya adalah publikasi karya guru, melaui jurnal, majalah dan buku berupa hasil karya tulis, seni dan berbagai kreativitas para guru. Program yang tak kalah menarik adalah layanan Internet berupa pemanfaatan Internet sebagai media pembelajaran dan media komunikasi global yang menghubungkan para guru dengan sosial media yang mendukung program pembelajaran di abad 21.
Kemandirian IGI 
Dalam berbagai kegiatannya IGI tidak mengandalkan pendanaan dari pemerintah atau pemerintah daerah, tetapi mengandalkan CSR (Corporate Soscial Responsibility), Respon sosial dari berbagai perusahan Nasional dan lokal termasuk para donatur yang menyisihkan sebagain penghasilannya untuk memajukan pendidikan di Maluku.
Beberapa perusahan nasional yang pernah bergerak menjadi mitra IGI di antaranya adalah Pertamina foundation, Acer, Telkom, Telkomse, Grup Bakrie, Group Kalla, Samsung, Biro perjalanan wisata dan terakhir Garuda Indonesia melalui fasilitas Garuda Miles untuk transportasi para guru dalam berbagai pelatihan berskala nasional.
Dengan cara seperti ini IGI bergerak mandiri, berusaha membantu para guru dan tentu meringkankan kinerja pemerintah daerah, dengan tidak membebani dana operasional pendidikan untuk kegiatan kemajuan pendidikan khususnya peningkatan mutu.
Manfaat IGI di kalangan Guru 
Antusiasisme para guru yang merasa tercerahkan di berbagai pelatihan dan silaturahim sekaligus sosialisasi IGI diberbagai kota inilah yang menjadikan para guru tertarik bergabung di organisasi profesi yang tergolong masih segar ini. Sebuah progres yang cukup membanggakan bahwa kami bisa memfasilitasi para guru dalam berbagai pelatihan murah dan tepat sasaran, termasuk di pelatihan gratis setiap bulannya di berbagai kota.      
Inisiasi hadirnya guru IGI adalah sebuah kerinduan yang panjang tatkala para guru di pelosok Maluku menginginkan akan adanya berbagai pelatihan peningkatan mutu, pendampingan yang menyeluruh, kepada guru termasuk peluang serta kiat pengembangan karir menuju kepada pribadi guru yang lebih profesional. Hadirnya IGI menjadi sejatinya menjadi obat penawar yang akan mengobati kerinduan itu. IGI akan memfasilitasi berbagai aktivitas guru untuk hadir dalam berbagai pelatihan dalam skala lokal, nasional bahkan internasional. Dan kesempatan itu terbuka kepada seluruh guru tanpa pandang bulu, tentu ini tidak terjadi pada organisasi profesi guru yang lain.
Yang tak kalah penting adalah komunitas guru IGI sebenarnya akan dilatih mandiri, dibebaskan untuk mengikuti atau melakukan berbagai pelatihan keguruannya, tidak lagi menunggu giliran atau antri menanti arahan pihak-pihak tertentu, dengan segala sumber daya yang ada, para guru bisa dengan leluasa melakukan berbagai peningkatan mutu dan kualitas baik di tingkat sekolah, di tingkat kabupaten dan propinsi dengan bimbingan teknis dari para ahli yang ahli di bidangnya.
Dengan pelatihan mandiri tersebut akan makin menguatkan posisi guru di tengah komunitas bangsa sebagai profesi yang mandiri dan tidak selalu bergantung kepada pemerintah dalam meneguhkan profesi dan jabatannya, termasuk bagaimana dia berkarir sehingga mampu menjadi motor penggerak pendidikan pada anak-anak kita.
Catatan Akhir
IGI sebagai organisasi profesi dengan tugas utama Fokus pada peningkatan mutu guru tentu berusaha bersinergi dengan siapa saja termasuk Pemerintah pusat dan daerah,  institusi dan lembaga pendidikan. dan berbagai CSR dari berbagai perusahaan, sehingga semaksimal mungkin tidak akan membebani para guru dalam berbagai even, sehingga sebisa mungkin membebaskan berbagai pungutan yang memberatkan untuk meningkatan kompetensi guru.
Dengan harapan inisiasi ini tidak saja berhenti pada kemampuan guru yang semakin profesional tetapi menjadi wadah peningkatan dan pengembangan karir menuju guru berkualitas dan sejahtra, sehingga nantinya akan melahirkan peserta didik yang cerdas lahir batin, cerdas Intelektual, cerdas emosional dan cerdas spiritual.

0 komentar:

Post a Comment