Sejarah Las

Perkembangan proses pengelasan mulai dikenal pada awal abad ke 20. Sebagai sumber panas digunakan api yang berasal dari pembakaran gas Acetylena yang kemudian dikenal sebagai las karbit. Waktu itu sudah dikembangkan las listrik namun masih langka.

Pembekalan Dunia Industri

Acara ini membahas mengenai bagaimana lulusan SMK menghadapi dunia industri, dengan beberapa tantangan-tangangan yang harus dihadapi, mulai dari persaingan dari para SMK lainnya, persaingan kerja dengan dunia perguruan tinggi serta persaingan yang sudah berlangsung pada awal tahun depan (tahun 2016) yaitu MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)..

Program Pendidikan Vokasi Industri

Sebagai wujud pelaksanaan tugas tersebut, Kemenperin telah menyusun program pembinaan dan pengembangan yang link and match antara SMK dan industri, dengan sasaran sampai tahun 2019 sebanyak 1.775 SMK meliputi 845.000 siswa untuk dikerjasamakan kepada 355 perusahaan industri

Lakukan Hal Ini Sebelum Ujian Nasional, Pasti Bakal Sukses!!!

Apakah kamu juga sudah siap menghadapi Ujian Nasional yang sebentar lagi akan berlangsung? Jika pada Ujian Nasional 2019 lalu banyak sekali siswa yang mengeluh merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal Ujian Nasional, terutama matematika. Mereka merasa soal Ujian Nasional yang mereka hadapi tidak sama dengan materi yang diajarkan di sekolah

Sunday, April 17, 2022

Proses Dasar Fabrikasi Logam (ALAT-ALAT POTONG)

ALAT-ALAT POTONG 
Secara umum alat-alat potong pada pekerjaan fabrikasi ringan dan berat adalah sama, hanya berbeda pada kapasitas atau kemampuannya saja
a. Gengaji Tangan ( Hacksaw ) 

Gergaji tangan digunakan untuk memotong benda-benda konstruksi logam kecil seperti besi profil, pipa bulat atau segi empat dan besi plat.
Keselamatan kerja pada penggunaan gergaji tangan : 
1. Jangan menekan dan mendorong terlalu kuat karena akan menyebabkan patahnya mata gergaji dan berbahaya. 
2. Gunakan kaca mata untuk melindungi kalau mata gergaji patah 
3. Ganjal bahan yang dipotong supaya mata gergaji tidak terjepit. 
4. Hati-hati sisi bekas gergaji yang tajam 
5. Jangan menggosokkan tangan ke mata gergaji 

Pemilihan daun gergaji : 

Daun gergaji dibuat dalam berbagai ukuran dan jumlah rigi/ gigi. Khusus untuk gergaji tangan, ukuran gergaji ditentukan oleh berapa banyak gigi per inchi ( 25,4 mm ). Untuk pemakaian umum digunakan daun gergaji dengan jumlah 18 gigi per inchi.

b. gunting
Gunting adalah alat potong yang digunakan untuk memotong pelat, terutama pelat baja lunak, seng, pelat lapis timah, pelat tembaga. Terbuat dari bahan baja tempa atau baja perkakas; diperlukan terutama karena bentuk, konstruksi, posisi, serta kedudukan benda kerja kadang-kadang tidak dapat dipotong menggunakan mesin potong. 
Berbagai bentuk/tipe dari gunting yang kesemuanya bertujuan untuk lebih memudahkan dan tidak melelahkan dalam pengerjaan. Secara umum gunting dibedakan atas dua fungsi, yaitu : untuk menggunting lurus dan menggunting lengkung. 
Untuk menggunting lurus digunakan gunting lurus, gunting kombinasi/ universal, sedangkan untuk menggunting lengkung diantaranya digunakan : gunting lingkaran dan gunting dirgantara. 
1. Gunting Lurus: 

Gunting lurus digunakan untuk menggunting lurus. Gunting ini mempunyai rahang lurus yang panjangnya antara 2 sampai 4½", sedangkan panjang seluruhnya adalah antara 7 sampai 15 3/4". 
Gunting lurus dalam penggunaannya dapat digunakan dengan tangan kanan dan tangan kiri.

2. Gunting Kombinasi/ Universal 

Gunting kombinasi mempunyai ukuran yang sama dengan gunting lurus. Beda antara gunting kombinasi dan gunting lurus adalah pada penampang potongnya; kalau pada gunting lurus berpenampang lurus, maka pada gunting kombinasi berpenampang sedikit lengkung (curva). Disamping itu juga bisa digunakan untuk memotong bentuk-bentuk yang tidak teratur.

3. Gunting Lingkaran/ Lengkung 

Gunting lingkaran/ lengkung digunakan untuk pemotong lengkung, karena sisi potongnya berbentuk lengkung. Dalam pemakaiannya dapat digunakan dengan tangan ataupun tangan kiri. Ukuran dari gunting lingkaran ini adalah sama dengan gunting lurus, yaitu panjang seluruhnya adalah 7 sampai 15¾" dan rahang 2 sampai 4 ½".

4. Gunting Dirgantara 

Gunting dirgantara (aviation atau airplane snip) terdiri atas tiga bentuk, yaitu : digunakan dengan tangan kiri dan kanan serta lurus dengan panjangnya sekitar 10 inchi (250 mm) dengan panjang rahang 2 inchi. Sisi potong agak bergerigi dan dikeraskan, sehingga dapat memotong pelat yang relatif tebal ( ± 0,8 mm ) 
Membedakan antara gunting kanan dan kiri adalah dengan melihat sisi potong dan warna tangkainya. Sisi potong atas dari gunting kanan terletak sebelah kanan, demikian pula sebaliknya; sisi potong atas gunting kiri terletak sebelah kiri. 
Penggunaan gunting kanan adalah untuk pemotongan arah kiri, sedang gunting kiri adalah untuk pemotongan arah kanan.

Keselamatan kerja bila menggunakan gunting : 
1. Gunakan gunting sesuai kemampuan gunting. Jangan memotong bukan pelat. 
2. Jaga agar hasil potongan ( yang tajam ) jauh dari tubuh
3. Jangan menggunakan mata potong gunting yang rusak, karena akan menyebabkan hasil potong juga rusak. 
4. Jaga tangkai gunting ( handle ) tidak menjepit tangan

c. Kikir 

Kikir terdapat beberapa jenis yang sesuai dengan hasil kekasaran permukaan yang dihasilkan. Kikir kasar (bastard) digunakan untuk pengasaran, hasil pengikiran adalah kasar. Kikir sedang (secound cut) ini digunakan untuk pengiriman secara umum dan menghasilkan permukaan cukup bagus. Sedangkan kikir halus (smooth atau dead) untuk mendapat permukaan yang halus. 
Kikir dibersihkan dengan menggunakan sikat baja (wire brush). Dengan cara pembersihan harus searah dengan alur kikir. 
 
Keselamatan kerja bila menggunakan kikir : 
1. Jangan menggunakan kikir yang tidak mempunyai tangkai 
2. Lakukan pengikiran dengan cara yang benar 
3. Hati-hati tangan jangan sampai terjepit dan tidak menyentuh bendah kerja 
4. Berdirilah dengan sempurna 
5. Jangan mengikir secara terburu-buru 

d. Pahat 
Ada 4 jenis mata pahat adalah : 

- Rata /lebar (flat) 

- Rata pendek (crosscut) 

- Radius (round nose) 

- Berujung runcing (diamond point) 

Keterangan:
1. Pahat Rata / Lebar ( Flat ) 
Pahat rata/ lebar ini digunakan untuk membersihkan gerigi las, memahat alur dangkal, membersihkan sisa pengerjaan dan memotong paku keling serta baut.
2. Pahat Rata Pendek ( Crosscut ) 
Pahat rata pendek digunakan untuk memahat alur tegak lurus atau segi empat dan membersihkan bahan pada bagian yang sempit. 
3. Pahat Radius. 
Pahat radius digunakan untuk memahat alur radius, memperbesar lubang dan mensenterkan kembali lubang bor yang telah terlanjur tidak senter. 
4. Pahat Berujung Runcing/ Diamond ( Diamond Point Chisel ) 
Pahat ini digunakan untuk pemahatan pengerjaan akhir sudut bagian dalam, membuat alur V pada retak rigi las yang perlu perbaikan dan membuat celah pada pelat dan pipa supaya mudah dipatahkan.

Keselamatan kerja pada penggunaan pahat : 
1. Jangan gunakan pahat dengan kepala yang telah kembang/ rusak 
2. Pakai kaca mata bila sedang memahat. 
3. Pastikan bahwa pahat diasah dengan benar. 
4. Gunakan pahat yang sesuai dengan jenis pekerjaan


Proses Dasar Fabrikasi Logam (Penerapan Pembuatan Pola)

PROSES FABRIKASI LOGAM
1.pengertian
• Fabrikasi adalah proses  pemotongan , pengeleman, las, penekukan pemotongan logam untuk membangun struktur logam.
• Fabrikasi dapat dilakukan pada logam yg berbeda sesuai  kebutuhan, misal fabrikasi baja, fabrikasi plat besi, fabrikasi aluminium, fabrikasi baja stainless
• Contoh hasil dari proses fabrikasi logam adalah : body kapal, mobil, pesawat  terbang, paku, mur baut, klip kertas, mesin, pagar, tangga dll
• Teknik fabrikasi logam tanpa menggunakan cetakan spt pada metode casting /pengecoran. Teknik fabrikasi yaitu menggunakan alat tangan / mesin, yaitu mesin bubut, mesin las, mesin bor, mesin gerinda, mesin pemotong, mesin cutting laser.
• Dalam proses fabrikasi menggunakan teknik pembentukan logam yang terdiri dari penempaan, pengerolan, ekstrusi, menggambar, menekuk, berputar, pengeboran, penggilingan.
• Industri yang melakukan pekerjaan fabrikasi ringan menggunakan bahan dengan ketebalan sampai 3mm, pekerjaan fabrikasi berat menggunakan tebal bahan di atas 3mm. 

2. PROSES PERSIAPAN FABRIKASI
Adapun proses-proses persiapan pekerjaan fabrikasi ( produksi ) dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan di industri-industri di bidang fabrikasi secara umum meliputi :  
• Membaca gambar teknik 
• Merancang pekerjaan 
• Menghitung penggunaan bahan yang akan dipotong 
• Menerapkan teknik-teknik melukis/ menandai 
• Membuat pola/ mal 

Adapun penerapan pembuatan pola pada pekerjaan fabrikasi ( benda kerja ) adalah dengan menggunakan alat-alat lukis/ penanda yang sesuai dengan jenis bahan yang akan dibuat. 
1. Penggores 
a) Penggunaan penggores : 
Penggores adalah salah satu alat lukis garis untuk benda kerja/ pelat yang hasil goresannya bersifat permanen
 


b) Keterbatasan penggunaan penggores : 
- Sulit terlihat, bila untuk pekerjaan pemotongan dengan gas. 
- Perlu pengecatan ulang pada permukaan benda kerja, bila terjadi kesalahan garis. 
- Dapat menimbul karat, walaupun pada bahan berlapis stainless steel. 
- Hanya disarankan untuk digunakan pada bahan ferro 

2. Kapur Teknik ( Engineers Chalk ) 
Kapur teknik adalah jenis kapur yang relatif keras dan dapat diruncing ulang serta hasil goresannya bersifat non-permanen ( dapat dihapus ). Hampir semua jenis bahan dapat dilukis dengan kapur teknik ini, termasuk untuk garis potong pada pemotongan dengan gas.

Keterbatasan penggunaan kapur teknik : 
- Tidak permanen ( dapat terhapus sewaktu-waktu ) 
- Terhapus oleh air 
- Sulit terlihat pada beberapa bahan non-ferro

3. Penitik 

Penitik terbuat dari bahan baja perkakas yang sebelum dilakukan perlakuan panas dibentuk/ dibuat dengan mesin-mesin perkakas ( mis. mesin bubut atau frais ) dengan ukuran berkisar antara 5 – 13 mm dan bentuk penampang yang beragam, spt. bulat, segi empat atau segi enam. 
Pada pekerjaan fabrikasi, penitik dipakai untuk : menandai dan membuat titik pusat
        
4. Garis Kapur 
Garis kapur adalah salah satu cara cepat untuk membuat garis lurus yang panjang pada bahan yang tidak dicat ( berlapis ) atau pada lantai. 

Caranya adalah dengan mengikat/ klem salah satu ujung benang yang telah diberi kapur kemudian diangkat benang tersebut secara vertikal sebelum dilepas secara kejut. Hasil garis akan terlihat pada bekat benturan benang.
 


Keterbatasan penggunaan garis kapur : 
- Tidak permanen ( dapat terhapus sewaktu-waktu ) 
- Garis yang terbentuk bisa lebar atau ganda 
- Kurang akurat, jika kurang terlatih atau terlalu panjang 
- Hanya dapat diterapkan pada bahan yang rata 
- Sulit terlihat pada beberapa bahan non-ferro
Berikut ini adalah alat-alat yang dipergunakan untuk melukis pada benda kerja dan membuat pola/ mal :


Keselamatan kerja pada penggunaan alat-alat untuk mempola : 
1. Jaga agar alat-alat selalu dalam keadaan tajam 
2. Buang bagian yang rusak pada kepala penitik dan pahat 
3. Jangan menyimpang penggores di dalam kantong 
4. Jangan meletakkan alat-alat di atas kursi/ bangku tempat duduk 
5. Jaga agar tangkai paku selalu terpasang secara kuat.





Saturday, April 16, 2022

Proses Dasar Pengelasan

Kompetensi Dasar :
2. Menjelaskan proses dasar pengelasan
Indikator :  
1. Dapat menjelaskan proses pengelasan busur manual
2. Dapat menyebutkan proses pengelasan oksi-asetelin
A. Materi Pembelajaran
TYPE WELDING : 
  SMAW ( Shield Metal Arc weld)
  GAW ( Gas Arc weld)
  GMAW (Gas Metal Arc weld)
  GTAW (Gas Tungsten Arc weld)
  SAW ( Shield Arc weld)

1. Proses pengelasan busur manual
A.  Definisi las busur manual
Definisi pengelasan busur manual yaitu metode penyambungan logam dengan cara bahan dialiri arus secara konstan. Dengan kata lain, arus pengelasan tetap konstan tanpa memperhatikan perubahan dari panjang busur.. Busur mempunyai karakteristik arus - tegangan yang sangat berbeda dengan tahanan dari beban peralatan listrik rumah tangga biasa.


B. Keuntungan dan kerugian las busur manual.
Mesin las busur harus mempunyai beberapa keuntunga sebagai berikut ini, yaitu :
(1) Mudah terbentuknya busur dan kelanjutannya
(2) Fluktuasi arus las kecil karena perubahan panjang busur
(3) Kenaikan tegangan yang cepat untuk mengganti penurunan arus las untuk mencegah selang waktu dari busur
(4) Tegangan tanpa beban yang cukup (tegangan sirkuit terbuka yang terjadi antara sisi luar elektrode yang perlu untuk menimbulkan dan memelihara busur. Jika tegangan terlalu tinggi, kemungkinan disebabkan oleh kejutan listrik).


Sementara kerugiannya :
(1) Membutuhkan operator las yang terlatih.
(2) Membutuhkan daya listrik yang memadai
(3) Membutuhkan ruangan kerja dengan sistem ventilasi yang bebas sehingga membutuhkan biaya investasi yang tinggi. 
 

C. Komponen-komponen las busur manual.
Komponen-komponen las busur manual sebagai berikut : 
1. Tang massa
2. Pemegang elektrode
3. Saklar pengatur arus AC
4. Trafo las
5. Tombol On/Off ( penyambung / pemutus supplai arus listrik )


Posisi pengelasan : 
     


A.  Proses Pengelasan oksi-asetelin
Pengelasan dengan gas oksi-asetilen dilakukan membakar bahan bakar gas C2 H2 dengan O2 sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencair logam induk dan logam pengisi. Sebagai bahan bakar dapat digunakan gas-gas asetilen, propan atau hidrogen. Diantara ketiga bahan bakar ini yang paling banyak digunakan adalah asetilen, sehingga las pada umumnya diartikan sebagai las oksiasetilen. Karena tidak memerlukan tenaga listrik, maka las oksiasetilen banyak dipakai di lapangan walaupun pemakaiannya tidak sebanyak las busur elektroda terbungkus.

 
B. Keuntungan dan kerugian las oksi-astelin
1. Keuntungan las oksi-asetelin
Adapun keuntungan las oksi-asetelin adalah :
1. Mudah dipelajari 
2. Nyala api pengelasan yang dihasilkan bermacam-macam fungsinya
2. Kerugian las oksi-asetelin

Adapun kekurangan las oksi-asetelin adalah :
1. Perawatan yang rumit dan mahal
2. Perlu operator yang disiplin dalam menjalankannya

C. Komponen-komponen las oksi-asetelin
Adapun komponen-komponen las oksi-astelin sebagai berikut :
1. Tabung Oksigen
2. Tabung Asetelin
3. Regulator Oksigen
4. Regulator Asetelin
5. Flashback arrester Asetelin
6. Selang Oksigen
7. Selang Asetelin
8. Blander las / blander potong


Jenis-Jenis Proses Dasar Permesinan

Kompetensi Dasar :
1. Menjelaskan proses dasar permesinan
Indikator :  
Dapat menjelaskan jenis-jenis proses permesinan
A. Materi Pembelajaran
1. Proses mesin bubut
a. Pengertian Mesin Bubut
Mesin bubut (turning machine) adalah suatu jenis mesin perkakas yang dalam proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan menggunakan mata potong pahat (tools) sebagai alat untuk menyayat benda kerja tersebut.

b. Mesin Bubut menurut jenis teknologinya dibedakan menjadi 2,  yaitu :

- Mesin Bubut Konvensional

- Mesin Bubut CNC

c. Bagian-bagian utama mesin bubut, yaitu :

- Spindle / chuck / sumbu utama
- Meja mesin
- Eretan / carriage
- Kepala lepas ( tail stock )
 
2. Proses mesin frais

a. Pengertian proses frais
Proses pemesinan frais (milling) adalah proses penyayatan benda kerja menggunakan alat potong dengan mata potong yang berputar.

b. Klasifikasi mesin frais
1. Berdasarkan teknologi pengendalinya dibedakan  :

- Mesin frais konvensional
- Mesin frais cnc

2. Berdasarkan letak spindelnya dibedakan : 
- Mesin frais vertical
- Mesin frais horisontal

c. Klasifikasi mesin frais

1. Berdasarkan arah pisau dan posisi penyayatan menjadi 3 jenis, yaitu :
- Frais samping ( slab milling )
- Frais muka( face milling )
- Frais finishing ( end milling ) 

2. Berdasarkan arah gerak putaran pisau frais menjadi 2 jenis, yaitu :
- Frais naik ( up milling )
- Frais turun ( down milling )

3. Proses mesin gerinda
a. Pengertian Mesin Gerinda

Mesin Gerinda adalah salah satu mesin perkakas yang digunakan untuk mengasah/memotong benda kerja dengan tujuan tertentu. 
Prinsip kerja Mesin Gerinda adalah batu gerinda berputar bersentuhan dengan benda kerja sehingga terjadi pengikisan, penajaman, pengasahan, atau pemotongan.

b. Jenis-jenis mesin gerinda
1. Berdasarkan arah meja mesin gerinda dibagi 4, yaitu :
- Mesin gerinda horizontal meja bolak balik
- Mesin gerinda horizontal meja putar
- Mesin gerinda vertical  meja bolak balik
- Mesin gerinda vertical meja putar

2. Berdasarkan teknologi kerjanya mesin gerinda dibagi 2, yaitu :
- Mesin gerinda konvensional / semi otomatis
- Mesin gerinda cnc / full otomatis

4. Proses mesin sekrap
a. Pengertian Mesin Sekrap

Mesin Sekrap adalah suatu mesin perkakas dengan gerakan utama lurus bolak-balik secara vertikal maupun horizontal.

Prinsip pengerjaan pada Mesin Sekrap adalah benda yang disayat / dipotong dalam posisi diam (dijepit pada ragum) kemudian pahat bergerak lurus maju mundur melakukan penyayatan.
  
b. Jenis-jenis mesin sekrap

Mesin Sekrap dibagi menjadi 2 berdasarkan arah gerakan pahat, yaitu :
1.Mesin sekrap horizontal
2. Mesin sekrap vertical
Mesin Sekrap dibagi menjadi 2 berdasarkan teknologi kerjanya, yaitu :
1. Mesin sekrap konvensional / semi otomatis
2. Mesin sekrap CNC / full otomatis


Friday, April 15, 2022

Pelatihan kerja untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian tenaga kerja

Pelatihan kerja dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian tenaga kerja yang diharapkan akan mampu menyelesaikan tugas-tugas perawatan. Selain itu, adanya pelatihan yang berkaitan dengan keahlian teknik adalah usaha untuk lebih meningkatkan kemampuan tenaga kerja trampil dalam pekerjaan perawatan pada saat ini maupun untuk perbaikan di masa datang. Kebutuhan pelatihan ini terasa sangat diperlukan sehubungan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. 

Menentukan Program Latihan Kerja Perawatan 
Pelatihan merupakan kegiatan positif yang sangat menunjang untuk mencapai keberhasilan. Namun demikian, perlu diamati apakah program pelatihan harus diadakan atau tidak karena pelaksanaannya membutuhkan biaya besar. Di industri, pelatihan dilakukan untuk memecahkan permasalahan rendahnya kemampuan tenaga kerja atau adanya kerugian akibat kerusakan peralatan. 

Sebelum mengadakan pelatihan, perlu dipelajari apakah suatu persoalan dapat dipecahkan tanpa melalui pelatihan. Dalam hal ini perlu dipelajari apa yang dapat dicapai tenaga kerja setelah melakukan pelatihan, dan apa yang dapat dicapai oleh tenaga kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan. 
Pada perawatan, masalah ini dapat diketahui dari catatan kondisi mesin, biaya perawatan, keterlambatan produksi, pekerjaan ulang, penggantian suku cadang, keselamatan kerja, dan adanya keluhan-keluhan dalam penyelesaian pekerjaan. Dari data itu dicek apakah ada petunjuk kuat yang memungkinkan bahwa permasalahan itu dapat dipecahkan melalui pelatihan. 
Masalah pokok dalam program pelatihan kerja perawatan adalah bagaimana agar pelatihan tersebut dapat mencapai hasil yang bisa diandalkan, dan bagaimana mengukur keberhasilannya. Untuk itu perlu adanya standar evaluasi yang ditentukan dalam mengukur tingkat keberhasilan program latihan
Tujuan program pelatihan dalam bidang perawatan adalah untuk mencapai tingkat kemampuan kerja yang dapat diukur berdasarkan: 
• standar kualitas 
• standar kuantitas 
• standar waktu 


Faktor Penunjang Program Pelatihan 
Untuk mengadakan pelatihan kerja perawatan, perlu dipertimbangkan adanya faktor-faktor dasar yang dapat menunjang program pelatihan. 
a. Apa yang dibutuhkan untuk program pelatihan 
Dalam hal ini, program pelatihan akan diadakan kalau bisa mendatangkan keuntungan melalui peningkatan kerja dalam bidang perawatan, dan sedikit pun tidak merugikan berbagai pihak di industri, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia. Setiap program pelatihan yang diajukan masing-masing disesuaikan dengan kebutuhan industri. 
Jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu dalam menentukan program pelatihan: 
• Apakah orang-orang yang diharapkan untuk dapat memajukan bidang perawatan, karena alasan lain akan pindah atau meninggalkan tugasnya dalam beberapa tahun lagi? 
• Apakah dampak otomatisasi pada pabrik, dan bagaimanakah reorganisasi tenaga kerja yang akan diperlukan? 
•  Dimanakah penempatan/posisi yang tepat dalam pabrik, setelah menyelesaikan program pelatihan? 
Jawaban-jawaban pertanyaan diatas juga merupakan informasi yang menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan perlu tidaknya program khusus dalam latihan.

b. Dimana Pelatihan Dilaksanakan 
Langkah selanjutnya adalah menentukan dimana pelatihan akan dilaksanakan. Haruskah dilaksanakan di industri, di luar industri seperti di lembaga pendidikan dan pelatihan, atau di politeknik? Dimanapun pelatihan dilaksanakan yang penting program pelatihan difokuskan pada tujuannya dan dilaksanakan dengan jadwal yang ketat serta disiplin. 

Dengan demikian, untuk menentukan tempat pelatihan perlu dipertimbangkan pula akan adanya faktor-faktor penunjang seperti: 
• Tenaga pengajar/instruktur. 
• Fasilitas untuk pelatihan (ruang belajar, bengkel praktek kerja, laboratorium). 
• Media pendidikan dan pelatihan. 

c. Bagaimana Pelatihan Dilaksanakan? 
Apabila pelatihan dilakukan di industri, perlu ditentukan apakah program pelatihan diarahkan pada kerja produktif (kerja yang sebenarnya di pabrik), atau pada kerja non produktif (membuat program kerja khusus untuk latihan). Beberapa pabrik mengambil kebijaksanaan bahwa pelatihan kerja yang dilaksanakan di industri dengan sistem di luar kerja produktif dianggap lebih memadai, karena jadwal kegiatan pelatihan lebih terbuka luas, lebih banyak, peserta pelatihan mendapat kesempatan belajar dengan lebih baik. Di samping itu suatu pengoperasian dapat diulangi sebanyak mungkin menurut kepentingannya sehingga keterampilan tersebut benar-benar bisa dikuasai. 
Namun pengarahan program pelatihan ini tergantung pada pandangan masing-masing industri, karena berkaitan dengan masalah biaya, jadwal pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai. 

d. Siapakah Yang Bertanggung Jawab Untuk Pelaksanaan Pelatihan? 
Apakah tanggung jawab untuk pelaksanaan pelatihan kerja perawatan tetap pada bagian perawatan atau pada fungsi lain seperti bagian 'industrial relation' yang erat kaitannya? Pertanyaan ini ditujukan, terutama bila program pelatihan dilaksanakan pada sistem kerja produktif. 
Untuk efektifitas pelaksanaan program pelatihan, maka tanggung jawabnya dapat dipegang oleh dua bagian yang bekerja-sama, yaitu: bagian 'industrial relations' menyiapkan keahlian dalam bidang teknik latihan, dan bagian perawatan 
menyiapkan dalam bidang penerapan praktis. Pada tahap awal, semua tanggung jawab untuk tugas latihan perlu ditentukan dengan jelas berdasarkan spesialisasi pekerjaannya. 

e. Siapa Sebenarnya yang Memberikan Instruksi Untuk 
Tugas-Tugas Pelatihan? 
Apakah seorang supervisor perawatan, tenaga ahli atau seseorang yang ditunjuk khusus dapat menginstruksikan tugas-tugas pelatihan? Dalam hal ini, tentu ada keuntungan dan kerugiannya pada pemilihan instruktur diantara mereka. 
Seorang supervisor tentu banyak mengetahui tentang keterampilan yang dimiliki tenaga kerjanya, tetapi tugas utama seorang supervisor adalah bertanggung jawab dalam mengawasi penyelesaian pekerjaan dengan tepat, memenuhi standar waktu, kontrol biaya, dan banyak menangani masalah pekerjaan personilnya. Sehubungan dengan tugas-tugasnya tersebut, apakah ia mempunyai cukup waktu untuk memberi perhatian penuh dalam pelaksanaan program pelatihan, apalagi untuk meningkatkan kemampuan peserta pelatihan yang pada mulanya relatif tidak memiliki keterampilan. 
Setelah memperhatikan rencana pelaksanaan pelatihan tenaga kerja perawatan, kita akan bertanya siapakah orang yang tepat untuk menjadi tenaga pengajar (instruktur) dengan kualifikasi yang dibutuhkan? Sebagai dasar pertimbangan untuk pemilihannya, ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh setiap instruktur, yaitu:
Berpengalaman dalam bidangnya, menguasai teknik perawatan. 
Menguasai manajemen perawatan, mampu mengelola program pelatihan, memperkirakan biaya perawatan, menentukan pekerjaan perawatan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol, mengevaluasi dan sebagainya. 
Kemampuan dalam berkomunikasi, dapat menyampaikan informasi dan instruksi dengan jelas. 
Mempunyai cukup waktu untuk melaksanakan program pelatihan sampai selesai. 

DAFTAR PUSTAKA
1. Garg, HP. Industrial Maintenance. S. Chand & Company Ltd, 1997. 
2. Higgins, LR., PE. And LC. Morrow. Maintenance Engineering Handbook,       3 rdedition. Mc. GrawHill Book Company. 
3. Supandi. Manajemen Perawatan Industri. Ganeca Exact Bandung. 

PENGELOLAAN DAN PENGONTROLAN SUKU CADANG

Suku cadang atau material merupakan bagian pokok yang perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap biaya perawatan. Biaya material dan suku cadang untuk perawatan biasanya berkisar antara 40 sampai 50 persen dari total investasi, termasuk adanya kerugian-kerugian karena kerusakan. Dengan demikian, rata-rata perusahaan mengeluarkan sekitar 15 sampai 25 persen dari total biaya perawatan untuk suku cadang dan material. Oleh karena itu, pemakaian material atau suku cadang direalisasikan sehemat mungkin dan perlu pengontrolan dalam pengelolaannya. 
Pada dasarnya pengontrolan material atau suku cadang dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan usaha dan kondisi pengoperasiannya. Namun demikian perubahan dapat saja terjadi dan memerlukan pengaturan setiap waktu. Jadi setiap bagian perawatan perlu mengorgasisasian sistem penyimpanan suku cadang dan mengembangkan suatu program pengontrolan yang dibutuhkan secara khusus. 
Dalam kaitan ini, penting adanya perhatian manajemen untuk pengontrolan material atau suku cadang yang dibutuhkan pada pekerjaan perawatan. Usaha-usaha yang perlu ditangani dalam mengelola dan mengontrol suku cadang mencakup sistem order, rencana teknik untuk mengganti atau memperbaiki, penanggulangan masalah produk yang berubah karena pengaruh material atau suku cadang, persediaan suku cadang sesuai dengan kebutuhan fasilitas yang akan menggunakannya. 

Kontrol Suku Cadang 
Untuk pengelolaan suku cadang yang terkontrol dengan baik, perlu adanya: 
a. Sistem pencatatan (record system).
Penyimpanan suku cadang, material, dan perlengkapan lainnya harus tercatat secara sistematis. Perlu adanya sistem penomoran dalam pembukuan yang menjelaskan deskripsi, lokasi, biaya, sumber, dan lain-lain yang menjadi pokok dalam sistem pengolahan data. 
b. Sistem penyimpanan. 
Sistem penyimpanan dapat diartikan sebagai sistematika dalam penempatan, penyimpanan dan pencatatan barang, komponen, suku cadang, atau material yang disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga akan mempermudah pelayanan pengoperasiannya secara praktis dan ekonomis. 

Fungsi Kontrol Suku Cadang 
a. Mengelola penyimpanan barang secara aktif, termasuk tata letak, sarana untuk penyimpanan, pemanfaatan ruang gudang, prosedur penerimaan dan pengeluaran barang, suku cadang dan lain-lain. 
b. Tanggung jawab teknis untuk keberadaan suku cadang. Termasuk metode penyimpanan, prosedur perawatan untuk mencegah kerusakan, pencegahan kehilangan. 
c. Sistem pengontrolan stok (persediaan suku cadang). Catatan inventarisasi, prosedur pemesanan, pengadaan barang. 
d. Perawatan untuk bahan-bahan khusus, dalam pengiriman barang, dalam proses pemakaian, kesiapan suku cadang dalam jumlah dan spesifikasi yang sesuai menurut kebutuhannya. 
e. Melindungi suku cadang dari kerugian atau kehilangan karena penyimpanan yang kurang terkontrol, dan mencegah adanya pemindahan barang tanpa diketahui. 

Dasar-dasar Kontrol Suku Cadang 

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan suku cadang adalah bahwa penyimpanan stok tidak terlalu lebih atau tidak terlalu kurang dari kebutuhan. Jumlah maksimum dan minimum penyimpanan suku cadang harus ditentukan secermat mungkin. Batas-batas tersebut dapat ditentukan berdasarkan pengalaman dan kebutuhan nyata (lihat gambar 1). 

 
Faktor-faktor penting yang mendasari pengontrolan suku cadang, yaitu: 
a. Persediaan/stok maksimum. 
Menunjukkan batas tertinggi penyimpanan suku cadang dengan jumlah yang menguntungkan secara ekonomi. 
b. Persediaan/stok minimum. 
Menunjukkan batas terendah penyimpanan suku cadang dengan batas yang aman. Untuk mengatasi kebutuhan suku cadang di atas batas normal, maka harus selalu ada persediaan dalam jumlah tertentu. 
c. Standar pemesanan. 
Menunjukkan jumlah barang atau suku cadang yang dibeli pada setiap pemesanan. Pemesanan kembali dapat diadakan lagi untuk mencapai jumlah stok yang dibutuhkan. 
d. Batas pemesanan kembali. 
Menunjukkan jumlah barang yang dapat dipakai selama waktu pengadaannya kembali (sampai batas stok minimum). Pada saat jumlah persediaan barang telah mencapai batas pemesanan, maka pemesanan yang baru segera diadakan. 
e. Waktu pengadaan. 
Menunjukkan lamanya waktu pengadaan barang yang dipesan (sejak mulai pemesanan sampai datangnya barang pesanan baru). 

Dalam menentukan jumlah stok maksimum dan minimum dari setiap barang yang dibutuhkan, maka penentuan pengadaannya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 
• Kemampuan ekonomi pada tiap pengadaan order. 
• Penambahan modal. 
• Waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang. 
• Kemungkinan adanya penyusutan dan kerusakan. 
• Jumlah permintaan barang. 

Keuntungan dari adanya kontrol suku cadang adalah sebagai berikut: 
• Mengetahui titik kritis antara input dan output. 
• Memberikan kemungkinan adanya penambahan output. 
• Mencegah terjadinya keterlambatan dalam pengadaan barang. 
• Adanya keuntungan dari sejumlah potongan harga. 
• Memanfaatan keuntungan dari harga yang tidak menentu. 

Jumlah Pesanan Ekonomis 
Penilaian untuk pemesanan barang dalam jumlah ekonomis mencakup perhitungan biaya-biaya berikut: 
a. Biaya pengadaan barang, termasuk biaya administrasi, pengangkutan, inspeksi, dan biaya-biaya lain yang tak terduga. 
b. Biaya inventarisasi barang. Termasuk biaya pengelolaan penyimpanan di gudang, asuransi, keusangan, penyusutan dan lain-lain. Besarnya biaya ini sekitar 10 sampai 20% dari harga rata-rata barang yang disimpan.
Jumlah pesanan ekonomis dapat diperoleh apabila besarnya biaya pengadaan barang sama dengan besarnya biaya inventarisasi. 
 


Contoh soal: 
Banyaknya barang yang dibutuhkan dari gudang adalah 20 unit/tahun. Biaya pemesanan termasuk ongkos-ongkos pengadaan barang Rp. 4096,- /pesanan. Harga barang per unit Rp. 1000,-. Biaya inventarisasi per tahun 16% dari harga rata-rata barang yang disimpan.

Tentukan: 
1.Jumlah pesanan ekonomis. 
2.Batas pemesanan kembali, bila waktu pengadaannya 3 bulan.
 
Jadi bila persediaan di gudang tinggal 5 unit maka pemesanan kembali segera diadakan. 
Penyimpanan Suku Cadang 
Penyimpanan suku cadang biasa diletakkan dalam gudang perawatan dan dikelola dengan baik sehingga mempermudah penyediannya pada saat dibutuhkan. Dalam hal ini, penyimpanan stok barang, material atau suku cadang dapat dibagi menjadi beberapa bagian gudang menurut kelompoknya. 
a. Gudang suku cadang khusus 
Gudang ini untuk menyimpan suku cadang yang biasa dipakai pada peralatan atau mesin-mesin tertentu dan sangat vital fungsinya. Yang termasuk ke dalam kelompok suku cadang ini antara lain seperti motor listrik khusus, poros bubungan, bantalan khusus, roda gigi pengganti dan komponen-komponen khusus lainnya. 
Suku cadang yang dibutuhkan dapat dikelompokkan pada bagian khusu apabila: 
• Digunakan untuk mesin yang kalau terjadi kemacetan akan mengakibatkan kerugian besar. 
• Digunakan untuk satu atau dua mesin tertentu. 
• Dalam pemakaiannya lebih tahan lama daripada suku cadang biasa. 
• Sulit untuk pengadaan cepat. 
• Relatif lebih mahal dibandingkan dengan suku cadang lainnya. 
b. Gudang suku cadang biasa. 
Gudang ini menyimpan suku cadang yang tidak istimewa dan dalam pemakaiannya cendrung lebih cepat dibandingkan dengan suku cadang khusus, sehingga suku cadang ini sering mengalami penggantian. 
Contoh suku cadang biasa antara lain: katup-katup, bantalan biasa, packing, fitting pipa, dll. 
d. Gudang perawatan 
Gudang ini menyimpan berbagai sarana atau perlengkapan yangdiperlukan untuk pekerjaan perawatan. Perlengkapan yang disimpan dalam gudang perawatan umum antara lain: perlengkapan pelumasan dan pengecatan, peralatan perkakas tangan, kunci-kunci, alat-alat potong, alat pembersih, alat-alat ukur, dan alat-alat bantu perawatan yang tidak terdapat di gudang lain. 

SISTEM PERAWATAN PREVENTIF INDUSTRI

Program perawatan preventif ini mempunyai tujuan utama, yaitu: 
• Inspeksi secara periodik pada mesin-mesin, pembangkit tenaga, dan bangunan-bangunan. Frekuensi inspeksi ditentukan berdasarkan pengalaman, dan pada peralatan yang baru dilakukan oleh pembuat rekomendasinya. 
• Laporan kerusakan atau kegagalan yang terjadi dapat dinalisis, dan tindakan perawatan korektif dapat dilakukan untuk menjamin agar tidak terulang kembali. 
Setiap sistem perawatan preventif memerlukan sarana pencatatan berupa kartu-kartu dan formulir. Banyaknya formulir yang dibutuhkan tergantung pada sistem aktivitas perawatan yang dilakukan di industri. Berikut ini adalah keterangan lengkap dari berbagai bentuk formulir dan prosedur penggunaannya. 

a. Order Inspeksi. 
Gambar 1 menunjukkan contoh order inspeksi. Bagian yang diperiksa dapat diberi keterangan : B (baik), C (cukup), atau K (kurang). Setelah pemeriksa mencek semua bagian komponen yang ada pada daftar menurut prosedurnya, kemudian alat di masukkan ke bagian perbaikan umum dan dicatat tanggal inspeksinya. Pada sisi sebaliknya dari kartu tersedia ruang untuk catatan mengenai penyetelan atau perbaikan yang dilakukan pada waktu pemeriksaan ataupun keterangan yang berkaitan dengan inspeksi peralatan. Keterangan-keterangan itu diperlukan untuk menambah data historis/riwayat peralatan. Kartu order disimpan disimpan oleh departemen perawatan dan diarsipkan per bulan. 

 

Gambar 1. Kartu order inspeksi

Pekerjaan rutin yang diperlukan dalam inspeksi perawatan preventif adalah sebagai berikut: 
1. Pada setiap awal bulan, order inspeksi ditarik dari arsipnya. Sejumlah unit dicatat pada lembar kontrol sebagai pekerjaan inspeksi yang dijadwalkan. Setelah dicatat, kartu kontrol tersebut dikirim ke departemen (lihat   gambar 2). 
2. Semua order inspeksi dikembalikan ke bagian pencatatan setelah pemeriksaan dilakukan, hasilnya dicatat pada lembar kontrol, kemudian ditunjukkan bahwa inspeksi yang dijadwalkan telah diselesaikan. 
3. Sejumlah order inspeksi unit yang dikembalikan bersama lembar pekerjaan dicek penyelesaiannya pada lembar kontrol dan dicatat dalam kolom hasil pekerjaan. Apabila semua pekerjaan telah selesai, maka lembaran-lembaran pekerjaan diserahkan kembali ke bagian pencatatan. 
4. Dari hasil catatan pada lembar kontrol tersebut kini dapat dipersiapkan untuk laporan perawatan preventif setiap bulan. (gambar 3). 
5. Lembar kontrol yang baru dimulai setiap bulan. Untuk lembar-lembar kontrol yang tidak lengkap perlu diberi tanda agar tidak diproses sebagai pekerjaan inspeksi yang terjadwal. 
6. Order-order inspeksi yang telah selesai, diarsipkan dengan persetujuan departemen untuk dilakukan inspeksi kembali pada bulan berikutnya. 

Inspeksi rutin yang dilakukan oleh departemen produksi dapat dilaksanakan dengan prosedur yang berbeda. 
1. Setelah menerima order inspeksi dari bagian pencatatan perawatan preventif, kepala departemen produksi menugaskan seorang stafnya untuk melakukan inspeksi yang dibutuhkan oleh departemen perawatan. 


 Gambar 3. Contoh lembar inspeksi perawatan inspeksi.
2. Petugas inspeksi menggunakan kartu order inspeksi sebagai pedoman dalam melakukan inspeksi. Order inspeksi yang telah selesai di kembalikan ke departemen perawatan. 
3. Lembar pekerjaan disiapkan oleh departemen perawatan apabila bagian-bagian yang diinspeksi dinyatakan "kurang". Lembar pekerjaan untuk perawatan preventif dilampirkan pada order inspeksi dan kemajuan dicatat oleh departemen perawatan.setelah itu hasilnya dicatat pada lembar kontrol, dan lembar pekerjaan dikirim ke perencana. 
4. Apabila pekerjaan inspeksi membutuhkan keahlian khusus, kemampuan teknis, maka lembar pekerjaannya disiapkan oleh yang berwenang dan diajukan dengan order inspeksi kepada perencana. Kemudian lembar pekerjaan ditangani melalui prosedur seperti biasa. Setelah pekerjaan inspeksi dilakukan, kartu tersebut dikembalikan kepada perencananya. 
b. Catatan Historis Peralatan 
Data yang dikumpulkan pada unit-unit peralatan sangat diperlukan oleh departemen perawatan. Selembar kartu disiapkan untuk memilih unit-unit, pekerjaan dan biaya material yang dihimpun. Kartu catatan ini menunjukkan pekerjaan inspeksi yang dilakukan setiap bulan. Pekerjaan pada unit-unit perlu dicatat, tanggal pengerjaan, rencana pekerjaan yang mencakup daftar komponen yang akan diganti, dan suatu pengamatan yang dapat menunjukkan suatu nilai. 
c. Laporan Kerusakan 
Bagian perawatan perlu memperhatikan mengenai adanya laporan kerusakan, dan perlu mengadakan penelitian untuk mengambil tindakan korektif yang dapat menjamin agar tidak terjadi kerusakan lagi. Bila kerusakan banyak atau sering terjadi, dapat menimbulkan kemacetan dan menganggu kegiatan produksi. 

Gambar 4, menunjukkan contoh laporan kerusakan yang dibuat pada lembar pekerjaan. 

Bila terjadi kerusakan mendadak, bisa dilakukan prosedur berikut ini: 
1. Kepala bagian perawatan atau pengawas dihubungi, dan dijelaskan mengenai adanya kerusakan yang terjadi mendadak itu. 
2. Membuat lembaran pekerjaan (job sheet) rangkap empat, sementara perbaikan segera dilakukan. 
3. Pengawas menerima salinan lembar pekerjaan no. 1, 2 dan 3. 4. Sebagai kelengkapannya, salinan pekerjaan no. 4 diserahkan kepada Kepala Bagian Teknik dan Perawatan untuk segera dilakukan perbaikan secepat mungkin. 
4. Laporan kerusakan ini ditinjau kembali oleh Departemen Teknik dan Perawatan, dimana perhatian khusus perlu diberikan pada 'perawatan korektif' berdasarkan pengusulan pertama. Setelah hasil pekerjaan perbaikan dicek, 'OK' atau 'tidak memuaskan', maka tindakan berikutnya perlu dilakukan pada perawatan korektif yang dibutuhkan. 
5. Setelah ditinjau kembali oleh bagian pencatatan perawatan preventif, laporan tersebut diarsip untuk digunakan dalam penyusunan laporan bulanan. 
d. Analisis Kerusakan 
Analisis kerusakan ini disiapkan secara bulanan oleh bagian pencatatan perawatan preventif. Laporan kerusakan adalah sebagai sumber yang mendasari dalam mempersiapkan laporan ini. Salinan laporan masing-masing diserahkan kepada manajer pabrik, manajer departemen produksi, manajer teknik dan perawatan, dan satu salinan diberikan kepada Seksi Teknik Perawatan sebagai laporan bulanan inspeksi perawatan preventif. Distribusi laporan ini dilakukan sepuluh hari sebelum bulan berikutnya. Suatu contoh laporan analisis kerusakan ditunjukkan oleh Gambar 5. 
Dibagian bawah pada akhir halaman setiap laporan analisis kerusakan perlu dicatat adanya waktu yang hilang atau 'kerugian waktu' dan 'kerugian produksi' total dari masing-masing departemen. Kemudian dari setiap departemen tersebut dijumlahkan lagi dengan keadaan pada bulan-bulan berikutnya, sehingga dapat diketahui total akumulatif untuk selama satu tahun fiskal. 
 

Gambar 5. Contoh laporan analisis kerusakan.




2. PERAWATAN KOREKTIF 
Perawatan korektif adalah tindakan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi berulang kali. Prosedur ini diterapkan pada peralatan atau mesin yang sewaktu-waktu dapat rusak. Dalam kaitan ini perlu dipelajari penyebabnya-penyebabnya, perbaikan apa yang dapat dilakukan, dan bagaimanakah tindakan selanjutnya untuk mencegah agar kerusakan tidak terulang lagi. Pada umumnya usaha untuk mengatasi kerusakan itu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 
merubah proses 
merancang kembali komponen yang gagal 
mengganti dengan komponen baru atau yang lebih baik 
meningkatkan prosedur perawatan preventif. Sebagai contoh, melakukan pelumasan sesuai ketentuannya atau mengatur kembali frekuensi dan isi daripada pekerjaan inspeksi. 
Meninjau kembali dan merubah sistem pengoperasian mesin. Misalnya dengan merubah beban unit, atau melatih operator dengan sistem operasi yang lebih baik, terutama pada unit-unit khusus. 
Perawatan korektif tidak dapat menghilangkan semua kerusakan, karena bagaimanapun juga suatu alat atau mesin-mesin yang dipakai lambat laun akan rusak. Namun demikian, dengan adanya tindakan perbaikan yang memadai akan dapat membatasi terjadinya kerusakan. 
Dalam pelaksanaan kerjanya, untuk mengatasi kerusakan dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan adalah tanggung jawab bersama dari bagian teknik, produksi dan perawatan. Secara umum, pengelolaan dan pengkoordinasian untuk penerapan program perawatan preventif adalah tanggung jawab manajer teknik dan perawatan. Gambar 6, menunjukkan skema untuk prosedur perawatan korektif. 
Urutan prosedur untuk pelaksanaan perawatan korektif adalah sebagai berikut: 
• bagian pengoperasian membuat laporan kerusakan dengan deskripsi mengenai perawatan korektif yang diperlukan. 
 
Gambar 6. Skema prosedur perawatan korektif.
Sebagai penanggung jawab pengelolaan dan pengkoordinasian fungsi perawatan preventif, manajer teknik dan perawatan menerima serta memeriksa semua laporan kerusakan. Sementara itu, aspek dari perawatan korektif perlu mendapat perhatian dari bagian teknik dan perawatan. 
Laporan kerusakan diarsip oleh departemen untuk dikonsultasikan dengan manajer departemen secara khusus. 
Setelah perencanaan dan penjadwalannya disetujui bersama oleh perencana dan manajer departemen, kemudian langkah selanjutnya adalah mengkoordinasikan pelaksanan perawatan korektif yang mencakup persiapan lembar kerja yang diperlukan, dan apabila dibutuhkan menentukan pula prioritas tugas pada pekerjaan. 
Pada akhir bulan, laporan analisis kerusakan bulanan harus dibuat dan didistribusikan sepuluh hari sebelum bulan berikutnya. 
3. KONTROL DAN EVALUASI PERAWATAN PREVENTIF 
Program perawatan preventif perlu dikoordinasikan untuk mempermudah pengontrolan dan evaluasinya pada setiap waktu. Tugas pengontrolan dan evaluasi ini menuntut tanggung jawab dengan pembagian yang jelas di antara kedua departemen, yaitu produksi dan perawatan. 
Bagaimanapun baiknya suatu program direncanakan, hanya dapat efektif apabila dijalankan oleh para personil yang berpengetahuan dan sangat teliti. Dalam hal ini manajer perawatan mengetahui jelas bagaimana program tersebut harus dilaksanakan, apa hasilnya, dan bagaimana efektivitasnya. 
Untuk melaksanakan pengontrolan program perawatan preventif ini, maka perlu diadakan langkah-langkah sebagai berikut: 
c. Pemeriksaan Perawatan Preventif Secara Periodik. 
Disamping adanya pemeriksaan kerusakan setiap minggu, perlu diambil kebijaksanaan untuk meninjau seluruh program perawatan preventif tiap setengah tahun sekali. Pada dasarnya, peninjauan program ini mencakup beberapa hal yaitu :
1. Peninjauan pada seluruh catatan, termasuk kartu-kartu order inspeksi dan kartu historis peralatan.
2. Peninjauan biaya perbaikan. 
3. Peninjauan 'kerugian produksi' karena adanya pekerjaan perawatan. 
4. Peninjauan untuk jaminan order pekerjaan perbaikan dan pengaturan kembali mengenai prioritas kerja yang diutamakan. 
5. Peninjauan terhadap alternatif apa yang didahulukan atau dijadwalkan terlebih dahulu, 'penggantian' atau 'pembongkaran'. 
b. Tinjauan Laporan 
Tinjauan laporan ini termasuk kegiatan pokok dalam inspeksi perawatan preventif bulanan. Laporan ini perlu disiapkan seefektif mungkin, karena merupakan alat manajemen dalam mengungkapkan pelaksanaan program perawatan. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditinjau dalam laporan bulanan. 
1. Banyaknya inspeksi yang tidak sesuai. 
Apabila ada beberapa pekerjaan inspeksi yang tidak selesai, ini menunjukkan kurangnya prioritas yang diberikan pada perawatan preventif. Dalam keadaan ini diperlukan bantuan dari departemen perawatan untuk pelaksanaan inspeksinya, terutama pada unit-unit yang tidak terawasi. Menurut ketentuan, banyaknya inspeksi yang tidak terselesaikan ini maksimum hanya diperbolehkan 10 persen dari inspeksi yang telah dijadwalkan. 
2. Banyaknya pekerjaan yang berhasil. 
Selama peran inspeksi sebagai kekuatan dalam program perawatan preventif, maka banyaknya pekerjaan inspeksi yang dapat diselesaikan menunjukkan keberhasilan inspeksi yang dilakukan. Pada umumnya, melalui inspeksi ini dapat dicapai hasil kerja antara sekitar 20 sampai 30 persen dari banyaknya pekerjaan yang harus diinspeksi, dan hal ini disebut sebagai faktor 'R'. Apabila frekuensi yang dilakukan itu tepat, maka faktor 'R' yang terjadi pada program perawatan tersebut cukup konstan dan baik hasilnya. Kalau terjadi ketidaktepatan (fluktuasi) secara drastis pada hasil pekerjaan, maka perlu diadakan penelitian untuk mencari penyebabnya. Pekerjaan inspeksi ini harus diselesaikan dalam bulan yang sedang berlangsung. 
3. Pekerjaan yang tidak selesai. 
Seharusnya jangan sampai terjadi adanya pekerjaan yang tidak selesai setiap bulannya. Kalaupun ada, maka kejadian tersebut dapat diatasi dengan cara sebagai berikut: 
Pekerjaan perbaikan harus dilaporkan paling lambat pada bulan penyelesaiannya. 
Apabila hasil pekerjaan yang segera dilaporkan masih belum selesai sampai akhir bulan, maka dapat diatasi dengan meningkatkan program perencanaan dan penjadwalannya. 
4. Banyaknya kemacetan. 
Kelebihan waktu terjadinya kemacetan ini harus dikurangi. Apabila terjadi pertambahan waktu, maka harus segera dilakukan pemeriksaan. Walaupun jumlah kerusakan yang terjadi sangat kecil, kondisi ini tetap perlu dilaporkan. 
Berikut adalah faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan laporan. 
Periksa adanya kehilangan waktu dan kerugian produksi untuk dibandingkan dengan yang terjadi pada bulan sebelumnya. 
Apakah terjadi kerusakan yang berulang? Kalau ada, perlu diadakan penganalisisan dan perencanaan untuk tindakan korektifnya. 
Apakah deskripsi kerusakan cukup menunjang untuk referensi berikutnya? 
Tiap data kerusakan harus dimasukkan pada daftar perawatan korektif. 
Apakah pengusulan perawatan korektif dapat dilaksanakan? Lembar pekerjaan dapat disiapkan pada akhir bulan yang bersangkutan. 
c. Evaluasi Analitis 
Metode yang efektif dalam mengevaluasi perawatan preventif adalah dengan pendekatan secara analitis. Pada dasarnya evaluasi ini melibatkan hubungan rangkaian inspeksi yang diselesaikan, banyaknya hasil pekerjaan, dan banyaknya kerusakan. Dalam mengevaluasi program perawatan preventif, dapat menggunakan dua rumus berikut ini:
              
Efektifitas perawatan preventif dapat direfleksikan dalam kemampuan merencana dan menjadwalkan pekerjaan perawatan. Pembuatan jadwal ini bergantung pada efektivitas jadwal produksi, program perawatan preventif dan perencanaannya. 
Efektivitas perencanaan dapat direfleksikan dalam kemampuan jadwal berdasarkan perkiraan kebutuhan pekerjaan yang disusun menurut ramalan mingguan. 

Kemampuan jadwal dapat dihitung dengan rumus ini: 
 
Apabila presentase kemampuan ini digambarkan dalam bentuk grafik, maka akan cendrung menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan. Kecendrungan ini dapat meningkat atau bisa stabil di atas 80%. Kalau tidak, maka penelitian harus dilakukan untuk mencari adanya pengaruh yang dapat menghambat jadwal operasi. 
Pengawas, apakah ia seorang produksi yang berkualifikasi atau orang yang berpengalaman dalam bidang mekanik, adalah tulang punggung dari program perawatan preventif. Ia harus mampu mendiagnosa kondisi peralatan dan menentukan tindakan apakah yang harus diulakukan untuk menjamin pengoperasiannya. Kecermatan dari para pengawas, pengelola dan pelaksana perbaikan, dapat menentukan berapa besar ketergantungan departemen produksi pada program perawatan preventif. 

Wednesday, April 13, 2022

PENERAPAN JADWAL KRITIS DALAM PROYEK PERAWATAN INDUSTRI

Jadwal kritis adalah suatu metode perencanaan kerja yang dapat digunakan dalam mengevaluasi dan menyelesaikan proyek perawatan. Jadwal kristis dibuat dengan sistem yang menggunakan diagram hubungan timbal-balik dari berbagai aktivitas yang dapat membantu dalam penyelesaian pekerjaan. Dengan jadwal kritis ini dapat diketahui mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dinilai lebih penting, dan pekerjaan mana yang harus mendapat perhatian khusus. Disamping itu, dengan menerapkan sistem jadwal kritis dapat ditentukan urutan kejadian yang terkontrol setiap waktu. 

Istilah-istilah berikut digunakan dalam menggambar jadwal kritis. 
1. Kejadian : adalah titik dimana operasi di mulai atau selesai dan digambarkan dengan lingkaran kecil. 
2. Aktivitas : menggambarkan kerja aktual yang diselesaikan dan digambarkan dengan sebuah garis yang menunjukkan waktu/tenaga kerja atau jam-mesin yang dibutuhkan untuk operasi. Panah pada garis menunjukkan urutan. 
3. Waktu total-T : Lamanya siklus di mana pekerjaan diselesaikan. 
4. Waktu aktivitas-t : lamanya setiap aktivitas atau operasi. 
5. Mulai paling awal (earliest start) : tes : waktu minimum dari awal siklus, sebelum operasi tertentu bisa dimulai (karena saling ketergantungan dari operasi). 
6. Selesai paling akhir (latest finish) : tlf : adalah waktu dari awal sampai operasi tertentu mesti diselesaikan agar pekerjaan selesai sesuai target. 
7. Mulai paling akhir (latest start) dari operasi tertentu = tlf - t 
8. Selesai paling cepat (earliest finish) dari operasi tertentu = tes + t 
9. Kelonggaran waktu bebas (free float) dari kejadian tertentu = tlf - tes 
10. Jalur kritis : adalah garis aktivitas di keseluruhan kejadian, dimana tes = tlf. Penyimpangan pada jalur kritis mempengaruhi penyelesaian pekerjaan. Jalur kritis ada jejaring ditunjukkan oleh garis tebal. 



Penjelasan :
Bergantung pada hubungan antar berbagai operasi proses, jejaring digambarkan seperti terlihat pada gambar 1. Waktu/orang optimum atau jam-mesin ditulis untuk setiap aktivitas pada diagram jejaring. Garis putus-putus pada diagram (disebut aktivitas dummy) menunjukkan antar ketergantungan. 
Overhaul mesin membutuhkan 56 jam untuk selesai, seperti yang ditunjukkan pada kejadian terakhir (22 pada diagram). Simbol berikut digunakan pada diagram yang merupakan waktu mulai paling cepat dan waktu selesai paling akhir. 
( ) - earliest start (tes) aktivitas berikutnya. 
[ ] - latest finish (tlf) aktivitas sebelumnya. 
Untuk kejadian 21 
tlf = 56-6 = (50) jam 
tes = jalur paling panjang dari awal hingga kejadian 21. 

Ada 5 jalur yang terdapat pada diagram yaitu: 
1. 1-2-3-4-5-10-18-20-21 = 50 jam 
2. 1-6-7-8-9-10-18-20-21 = 19 jam 
3. 1-2-14-15-16-17-18-20-21 = 45 jam 
4. 1-2-14-16-17-18-20-21 = 43 jam 
5. 1-11-12-13-16-17-18-20-21 = 41 jam 
Jalur pertama adalah jalur yang paling lama. Lama waktu jalur paling lama ini merupakan waktu mulai paling awal kejadian 21, yaitu: 
tes = 50 jam 
Untuk kejadian 18 
tlf = periode target proses yaitu 56 jam – jalur paling panjang dari kejadian 18 hingga kejadian terakhir 22) 
Terdapat dua jalur dari kejadian 18 hingga kejadian 22, yaitu 18-20-21-22 (21 jam) dan 18-19-22 (13 jam). Karenanya
 tlf = 56-21 = 35 jam 
tes = 35 jam 
Dengan cara yang sama, tlf dan tes ditentukan untuk semua kejadian. Kejadian dimana tlf = tes disambung dengan garis tebal yang merupakan garis kritis dari siklus. 

Keuntungan Metode Jalur Kritis 
1. Memangkas kelebihan tenaga kerja dan meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, dengan memanfaatkan waktu bebas. 
2. Pengendalian pekerjaan ditingkatkan, karena perencana bisa mencatat progres (kemajuan pekerjaan) dengan memberi warna pada diagram pada setiap langkah, dan menggunakan prosedur yang telah diperbaiki untuk keadaan yang tak terlihat dan leher botol. 
3. Komunikasi lebih baik, karena diagram memberikan gambaran yang jelas dari pekerjaan. 
4. Data yang dikumpulkan pada pekerjaan yang berulang di masa lampau tersedia untuk dipelajari dan untuk peningkatan di masa yang akan datang. 
5. Skedul alternatif (atau siklus) bisa dievaluasi untuk menentukan skedul yang optimum. 


PENINGKATAN JADWAL KERJA PERAWATAN DI INDUSTRI

Program Efisiensi Perawatan 
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat direalisasikan untuk kelayakan efisiensi perawatan: 
a. Pengukuran waktu yang diperlukan untuk banyaknya pekerjaan. 
b. Perencanaan dan penjadwalan: menentukan jenis pekerjaan dan siapa yang melaksanakan (berdasarkan keterampilannya). 
c. Penerapan pelatihan (training), metode, syarat untuk keterampilan, peralatan, pengetahuan, lingkungan, dan kelayakan kondisi pekerjaan. 
d. Perawatan preventif: dijadwal sebelumnya atau pekerjaan ulangan. 
e. Perawatan korektif: karena lemahnya komponen yang dirancang untuk peralatan. 
Langkah-langkah di atas saling berhubungan, dan setiap program mempunyai kekhususan dalam bidangnya tanpa mengabaikan kepentingan yang lain untuk mencapai tujuan perawatan. 


Pengembangan waktu standar yang benar-benar akurat biasanya terlalu sulit bahkan hampir tidak mungkin, ini pernyataan yang keliru. Suatu metode penjadwalan yang telah dikembangkan dapat diterapkan untuk menentukan standar waktu perawatan guna menghasilkan produk yang relatif lebih cepat dan lebih mudah. Selama masih dalam penelitian, konsepsi dari waktu rata-rata untuk penyelesaian suatu pekerjaan dalam rentang waktu tertentu dapat diterima. Faktor penentu harus berdasarkan pada contoh yang cukup mewakili dari banyaknya waktu rata-rata yang terpakai. Kalau hal ini dilakukan, maka peningkatan dari data tersebut dapat menunjukkan ketelitian yang tinggi. 
Dengan adanya penunjuk waktu, adalah suatu kebutuhan pokok yang diharapkan menjadi pedoman dan sebagai jaminan dalam penyelesaian pekerjaan. Dalam prakteknya, bisa dinyatakan sebagai bagian (persentase) dan merupakan ukuran pekerjaan yang dilaksanakan pada waktu yang telah dijadwalkan. Misalkan, suatu pekerjaan yang dilaksanakan dalam enam hari seminggu dengan sistem jadwal kerja tiga shift dapat mencapai 80%, sedangkan jika dilaksanakan dengan sistem satu shift dapat mencapai 95% dari pekerjaan yang dilaksanakan. 

Perawatan preventif, merupakan suatu metode yang efisien dalam penjadwalan pekerjaannya. Pemantapan program perawatan preventif dapat mengurangi permasalahan dalam penjadwalan, karena lebih mudahnya pekerjaan perawatan yang dapai diselesaikan. 
Perawatan korektif, merupakan suatu fungsi dalam desain teknik yang menyelidiki tentang bagaimana jalan keluarnya untuk meningkatkan sistem yang dapat diandalkan dengan menyisihkan hubungannya yang lemah, dan mengupayakan bagaimana caranya memperpanjang umur pakai suatu alat. Aktivitas ini adalah cara yang sangat membantu dalam mengurangi beban kerja, terutama pada bagian-bagian yang sering membutuhkan perbaikan. 
Latihan, metode, lingkungan, adalah faktor-faktor pokok untuk meningkatkan kualitas perawatan dengan biaya yang ekonomis. Untuk mencapai kualitas perawatan melalui langkah-langkah yang baik tidak akan terwujud tanpa adanya keterampilan, peralatan, lingkungan yang mendukung, perlengkapan yang memadai dan sistem pengawasannya. Program latihan yang ditujukan baik bagi pengawas maupun para operator perlu dilaksanakan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan. 

Faktor Panghambat Dalam Pelaksanaan Kerja
1. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan hambatan pekerjaan adalah sebagai berikut: 
2. Menunggu order yang terlalu lama. 
3. Mengunjungi suatu tempat untuk mengetahui apa yang harus dilakukan. 
4. Mengadakan perjalanan yang tidak perlu. 
5. Banyaknya perjalanan untuk mengambil dan mengembalikan alat. 
6. Terlalu banyaknya pekerja yang turut campur tangan pada pekerjaan yang sebenarnya dapat lebih mudah ditangani oleh sedikit pekerja. 
7. Menunggu selesainya pekerjaan dari jenis keterampilan lain. 
8. Mencari tempat kerja. 
9. Mencoba untuk memperbaiki informasi yang tidak jelas. 
10. Hilangnya waktu karena pembatalan order. 
11. Tidak tersedianya material yang dibutuhkan. 

Metode Praktis Dalam Membuat Jadwal Perawatan 
Sistem penjadwalan yang baik akan menunjang kelancaran dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Karena itu jadwal harus dibuat oleh orang yang cermat dalam mempertimbangkan segala sesuatunya yang berkaitan, karena tugasnya adalah menyiapkan susunan pekerjaan, menetapkan waktu dan saat penyelesaian, membuat rencana kerja dan sebagainya. 
Dalam hal ini, perlu disusun semua pekerjaan yang akan dilakukan, kecuali pekerjaan yang terjadi mendadak. Dengan demikian, secara umum tidak ada pekerjaan yang dilakukan tanpa dibuat rencananya terlebih dahulu. Perencana yang dibuat adalah mengenai informasi seperti nomor order pekerjaan, pemberian kode, nomor mesin, lokasi, waktu pelaksanaan dan semua kontrol yang menunjukkan waktu. Untuk perbaikan yang dilakukan mendadak, foreman harus dapat menentukan dengan cepat tentang apa yang perlu dikerjakan dan dapat dilakukan selama mesin mengalami kemacetan. Material yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut sedapat mungkin disiapkan pada lokasi yang terpisah dari tempat kerja, tetapi memungkinkan persediaannya secara cepat.
Sebagai sarana penunjang dalam pekerjaan perawatan perlu juga disediakan chart (bagan) sebagai peta perencanaan aktivitas yang biasa digunakan untuk jangka panjang. Chart yang dipakai ini dapat dipasang pada papan jadwal. Daftar pada papan jadwal secara visual harus mudah diperiksa untuk menyediakan tenaga kerjanya. Hal ini juga untuk memberitahukan kepada perencana proyek atau pengawas sehingga dapat memeriksa semua pekerjaan dengan cepat. 

Chart Gantt 
Banyak jenis chart yang digunakan di industri, semuanya bertujuan untuk menunjukkan hubungan dari berbagai fungsi. Chart adalah termasuk suatu alat bantu peraga yang dapat memberikan informasi melalui proses komunikasi. 
Chart gantt adalah suatu peta perencanaan program kerja dalam bentuk grafik blok yang pada mulanya diperkenalkan oleh seorang sarjana Amerika, Henry L. Gantt (1861-1919). Chart ini dibuat dengan bentuk basis empat persegi panjang, semua aktivitas pekerjaan yang dirancang diurutkan ke bawah secara terpisah di sebelah kiri garis vertikal. Sedangkan untuk penunjukan waktunya diurutkan memanjang dari kiri ke kanan secara horisontal. Unit waktu menunjukkan lamanya program kerja yang direncanakan, dan pada prakteknya biasa ditentukan berdasarkan waktu harian atau mingguan. 
Contoh 1. Ilustrasi dari penggunaan chart gantt untuk penjadwalan pekerjaan overhaul pabrik, disusun sebagai berikut:
 


Semua aktivitas dari program kerja yang telah disusun dapat dilihat pada gambar 1. 
Dari chart pada gambar 1, dapat diperoleh informasi seperti berikut:

 
Chart dapat berguna untuk memberi keterangan, namun dalam pemakaiannya tidak selalu mampu menanggulangi segala persoalan yang timbul. Dalam chart ini tidak ditunjukkan secara jelas adanya faktor yang saling ketergantungan dari berbagai aktivitas yang satu dengan lainnya. Untuk membantu mengatasi keterbatasan tersebut, dapat memungkinkan diterapkan sistem berangkai guna menghubungkan berbagai aktivitas yang saling berkaitan. Pemakaian cara yang lebih baik ditunjukkan oleh contoh 2 (gambar 1).
 

Gambar 1. Penggunaan chart Gantt. 
Pada contoh 2, banyaknya aktivitas, lamanya waktu, saat mulai dan selesainya sama seperti yang diberikan contoh 1, tetapi kejadian dalam contoh 2 menggunakan sistem perangkai yang diterapkan pada chart. Dengan adanya tambahan informasi tersebut, kini dapat lebih nyata dalam aplikasinya.
• Aktivitas A harus selesai sebelum aktivitas B dimulai. 
• Aktivitas B harus selesai sebelum aktivitas C dimulai. 
• Aktivitas D harus selesai sebelum aktivitas C dimulai. 
• Aktivitas E harus selesai pada waktu aktivitas C selesai 2/5 bagian. 
• Aktivitas F harus selesai sebelum aktivitas E dimulai, tetapi dalam keadaan ini terpisah satu minggu antara selesainya aktivitas F dan mulainya aktivitas E. Dalam hal ini penyelesaian untuk aktivitas F tidak sekritis seperti pada penyelesaian aktivitas A, B, D dan E. 
• Aktivitas F dan G harus dimulai secara bersamaan. 
Penyelesaian aktivitas G tidak ditentukan selama waktunya tidak melebihi masa penyelesaian proyek, yaitu pada akhir minggu ke-15. 
Aktivitas A, B dan C masing-masing berjalan secara langsung dan berurutan membentuk suatu rangkaian aktivitas yang berkesinambungan dari saat mulai sampai selesainya tugas proyek. 
Jadi jadwal yang ketat secara penuh harus diikuti oleh ketiga aktivitas yang sangat dipentingkan, sehingga tidak terjadi pemisahan waktu. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya perpanjangan waktu dalam penyelesaian proyek yang telah ditentukan. Dalam jaringan kerja ini, A, B dan C dikategorikan sebagai aktivitas yang kritis, oleh karenanya perlu dibuat jadwal kritisnya. Sedangkan pengaturan jadwal untuk aktivitas D, E, F dan G dapat dibuat lebih leluasa selama masih dalam batas waktu luangnya. 

Walaupun contoh 1 dan contoh 2 mempunyai kesamaan aktivitas dan alokasi waktu penyelesaian, namun dengan adanya perangkaian pada chart (contoh 2) dapat lebih meningkatkan kemampuan dalam perencanaan atau pengontrolan proyek. 

Proyek Perencanaan Sumber Daya 
Misalkan suatu proses terdiri dari lima unit utama yang saling berhubungan, harus dihentikan untuk dilakukan perawatan, perbaikan dan modifikasi. Personil yang melakukan pekerjaan ini ditugaskan dari pusat bagian perawatan, setiap personil hanya dapat melakukan tugas menurut keahliannya masing-masing. Personil yang terlibat dalam pekerjaan ini adalah:
1 pekerja mekanik 
1 pekerja listrik 
1 pekerja instrumen 
1 pekerja las 
1 pekerja insulator panas 
1 operator pembersihan kimia 
Perkiraan alokasi waktu kerja (dalam hari) dari masing-masing elemen pekerjaan pada tiap unit, dapat dilihat dalam tabel berikut:
 


Dalam penyelesaian pekerjaan, pada tiap akhir periode ditambah satu hari untuk pemeriksaan semua unit secara serentak. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa: 
a. Penyusunan urutan pekerjaan pada tiap unit dapat saling menunjang. 
b. Setiap tugas (elemen pekerjaan), sekali dimulai dapat berlangsung terus tanpa terjadi pemisahan, sehingga akan menghasilkan: 
• Waktu yang optimum untuk penyelesaian pekerjaan (overhaul) termasuk dengan melakukan pemeriksaannya. 
• Program kerja dapat diterapkan pada tiap unit. 
• Program kerja untuk tiap unit melibatkan seluruh pekerja yang bersangkutan. 
Prinsip dan prosedur yang sama dapat pula diterapkan untuk sumber-sumber lainnya, misal dalam pengalokasian peralatan pabrik seperti : kompresor, pesawat angkat, generator dan lain-lain yang biasa digunakan pada setiap tempat. 

Prosedur dalam mengalokasikan seluruh pekerjaan perawatan ini adalah sebagai berikut: 
a. Mengkalkulasi waktu kerja total yang dibutuhkan untuk overhaul pada tiap unit dengan cara menjumlahkan waktu dari masing-masing elemen pekerjaannya. 
Unit A : 2 + 2 + 4 + 3 + 2 = 13 hari kerja 
Unit B : 2 + 6 + 4 + 4 = 16 hari kerja 
Unit C : 2 + 4 + 5 + 3 = 14 hari kerja 
Unit D : 3 + 3 + 3 + 2 = 11 hari kerja 
Unit E : 1 + 1 + 3 = 5 hari kerja 

b. Mengkalkulasikan alokasi pekerjaan untuk tiap jenis keahlian. 
Pekerjaan mekanik 15 hari kerja 
Pekerjaan listrik 12 hari kerja 
Pekerjaan instrumentasi 13 hari kerja 
Pekerjaan las 9 hari kerja 
Pekerjaan insulator panas 8 hari kerja 
Pembersihan kimia 2 hari kerja 

c. Mempertimbangkan kedua hal tersebut di atas untuk menentukan berapa lama waktu yang akan dibutuhkan. 
Dalam perencanaan ini, waktu overhaul yang dibutuhkan pada unit B adalah 16 hari kerja. Jumlah waktu kerja dari unit B ini adalah yang terbanyak, oleh karenanya diambil sebagai dasar dalam menentukan banyaknya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan. Seluruh pekerjaan yang telah diselesaikan perlu dilakukan pemeriksaan untuk menjamin kesiapannya, dan untuk ini diperlukan waktu 1 hari. Dengan demikian waktu minimum mutlak yang dibutuhkan untuk penyelesaian seluruh program perawatan tersebut tidak boleh kurang dari 16 hari + 1 hari (untuk pemeriksaan), jadi = 17 hari. 

d. Merencanakan setiap unit pekerjaan pada blok chart dengan skala yang tepat dan   menganalisis urutan pekerjaan yang akan dilakukan. 

e. Menyusun program kerja. 
Sebagai langkah awal dapat direncanakan bahwa waktu minimum yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua pekerjaan adalah 17 hari. Sebenarnya cara ini dilakukan untuk semua elemen pekerjaan pada unit B yang kritis, dan semua elemen pekerjaan yang termasuk dalam unit A, C, D dan E harus disesuaikan susunannya terhadap unit B. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2a. 
Kalau pekerjaan tersebut tidak mungkin diselesaikan dalam waktu 17 hari, maka jangka waktunya harus ditambah sehingga mencapai optimum. 
Gambar 2b adalah ilustrasi suatu program kerja yang lebih memadai dengan jumlah waktu totalnya: 18 hari + 1 hari untuk pemeriksaan = 19 hari. Suatu cara pendekatan dalam penyusunan program (gambar 2b) dapat dilakukan dengan mengatur beberapa elemen pekerjaan sedemikian rupa tanpa merubah jumlah waktu yang telah ditentukan pada program dasar.

f. Dengan informasi yang dikutip dari program kerja, maka jadwal waktu untuk tiap jenis pekerjaan dapat ditentukan susunannya (Gambar 2c).
 

Gambar 2a. Program kerja yang direncanakan